Oleh: Etik (Noreg. 7317150269), Niknik
M. Kuntarto
(Noreg. 7317150078), Rosdiana (Noreg. 7317150083), Yusi Asnidar (Noreg.
7317150093)
A. Pendahuluan
Istilah wacana dan teks sering dipertukarkan dan telah menjadi diskusi
hangat para pakar.beberapa ahli mendefinisikan wacana sebagi satuan linguistik
yang dimensinya lebih luas dari pada kalimat. L. Guespin[1]
mendefinisikan wacana, yang berlawanan dengan ujaran. Ujaran adalah rangkaian
kalimat yang diletakkan di antara dua makna dan dua “pemmberhentian”
komunikasi, sedangkan wacana adalah ujaran yang dipertimbangkan sebagai sudut
pandang mekanisme diskursif yang menkodisikannya. “l'énoncé,
c'est la suite des phrases émises entre deux blancs sémantiques, deux arrêts de la
communication ; le discours, c'est l'énoncé considéré du point de vue du mécanisme discursif qui le
conditionne›› Selanjutnya konsep wacana didefinisikan
sebagai sejumlah ujaran dengan dimensi yang bervariasi yang dihasilkan dari
posisi sosial atau ideologis; misalnya pernyataan dari pakar politik atau
sosial. Percakapan juga merupakan salah satu
jenis pengujaran tertentu.
Jika kita berpijak dari pemfungsian
pengujaran, wacana berbeda dengan “langue” yang merupakan rangkaian terbatas
yang relatif stabil dari sejumlah unsur,
sedangkan wacana adalah tempat “berlatih kreativitas dan kontekstualisasi yang
akan menghasilkan nilai-nilai baru pada satuan bahasa. Benveniste[2]. l'acte individuel par lequel un locuteur
met en fonctionnement le système de la langue; “laconversion de la langue en adiscours
Dominique Maingueneau[3] menyatakan bahwa semua wacana dapat didefinisikan
sebagai serangkaian strategi yang
hasilnya adalah sebuah konstruksi yang dicirikan oleh pelaku, objek, perangkat
dalam berbagai peristiwa komunikatif. ‹‹tout discours peut être défini comme un ensemble de
stratégies d'un sujet dont le produit sera uneconstruction caractérisée par des
acteurs, des objets, des propriétés, des événements surlesquels il s'opère››.
Beberapa pengertian yang telah
disebutkan di atas memberikan gambaran bahwa konsep “wacana” didaklah stabil.
Istilah ini di satu sisi mencakup beberapa pendapat dan variabilitas yang
menghalangi penyatuan pandangan, konsep yang sama yang dapat diterima oleh
semua ahli. Berbagai perbedaan sudut
pandang menyiratkan bahwa kajian “wacana” menjadi sangat luas dan berkaitan
dengan berbagi disiplin ilmu. Sebagaimana
yang ditegaskan Marianne Jorgensen dan Louise Philips[4] bahwa analisis wacana bukanlah sekadar satu
pendekatan tunggal, melainkan serangkaian pendekatan multidisipliner yang bisa
digunakan untuk menjelajahi beragam ranah sosial dalam jenis kajian yang berbeda. Wacana adalah “cara tertentu
untuk membicarakan dan memahami dunia atau (aspek dunia).
Beberapa pendekatan penting dalam
analisis wacana konstruksionis sosial adalah analisis wacana Kritis
(Fairclough) dan Psikologi Kewacanaan (Jorgensen dan Louise Phillips). Dua
pendekatan ini memberikan perspektif luas yang menyajikan teori dan metode yang
berguna di bidang komunikasi budaya, dan masyarakat.
Makalah ini membahas teori wacana
sosial dan filosofis yang melingkupi pendekatan analisis wacana kritis dan
Psikologi kewacanaan. Makalah ini memberikan pemahaman awal mengenai kedua
pendekatan tersebut. Pemahaman dan diskusi lebih lanjut mengenai dua pendekatan
tersebut akan dibahas tersendiri dan lebih rinici. Makalah ini merupakan
pengantar dari pendekatan Analisis wacana kritis (AWK) Norman Fairclough (1995) dalam bukunya yang berjudul Critical
Discourse Analysis, dan dalam pokok bahasan
Critical Discourse Analysis pada buku Analysis as Theory and Method
(Mariannne Jorgensen dan Louise Phillips (2002)
dan Psikologi Kewacanaan dalam bahasan Discursive
Psycology pada buku Discourse
Analysis as Theory and Method (Mariannne Jorgensen dan Louise Phillips
(2002)
B.
Pembahasan
1.
Analisis Wacana Kritis
Fairclough[5]
menjelaskan kerangka tiga dimensi analisis
wacana kritis, yakni teks, praktik kewacanaan,
dan praktik sosiokultural. Analisis praktik
wacana melibatkan perhatian terhadap proses produksi teks, penyebaran
dan penggunaan. Praktik wacana –yang
diterapkan melaui teks yang diciptakan dan digunakan (dibaca dan
ditafsirkan)- dipandang sebagai bentuk penting praktik sosial yang
berkontribusi terhadap pembentukan dunia sosial yang meliputi identitas dan
hubungan sosial. Melalui praktik wacana, dapat terjadi reproduksi sosial budaya dan
perubahan. Sebagaimana yang dinyatakan Fairclough dalam
Jorgensen:
Discursive practices –
through which texts are produced (created)
and
consumed (received
and interpreted) – are viewed as an important form
of social practice which
contributes to the constitution of
the social
world including social
identities and social relations. It is partly through
discursive practices in
everyday life (processes of text production and
consumption) that social
and cultural reproduction and change take
Dengan
demikian, hal yang menarik dalam analisis wacana kritis yang dikemukakan
Fairclough adalah penyelidikannya terhadap perubahan. Penggunaan bahasa konkret
selalu berdasarkan struktur kewacanaan awal karena pengguna bahasa membangunnya
berdasarkan makna yang mapan (established
meanings). Melalui pemikiran ini, Fairclough menekankan konsep intertekstualitas- yakni bagaimana
sebuah teks terkait dan bergantung pada unsur dan wacana teks-teks lain. dengan
cara menggabungkan unsur dari wacana berbeda, pennggunaan bahasa konkrit dapat
merubah wacana individu dan dengan demikian juga mengubah dunia sosial dan budaya.
Melalui analisis intertekstualitas,
peneliti dapat menyelidiki reproduksi (dimana tidak ada unsur yang
diperkenalkan) dan perubahan wacana
melalui kombinasi baru wacana.
Perspektif Fairclough mengenai wacana adalah penggunaan bahasa dilihat sebagai bentuk praktik sosial dan analisisis
wacana adalah analisis bagaimana teks-teks berfungsi dalam praktik sosial
budaya. Analisis ini tentunya memerlukan perhatian pada bentuk teks, struktur,
dan penyusunan pada semua tataran ; fonologikal, gramatikal leksikal dan
tataran-tatarn yang lebih tinggi susunan teks yang meliputi pertukaran
(pembagian giliran berbicara), struktur argumentasi dan struktur generik.
Fairclough mendukung pernyataan Bakhtin
bahwa teks apapun adalah bagian pengulangan, bagian penciptaan, teks merupakan
wilayah ketegangan antara tekanan sentripetal dan centrifugal.[7]
Pandangan
di atas mendasari bahwa teks bervariasi dalam berat tekanan tergantung pada
kondisi sosial yang melingkupi teks tersebut., sehingga kita dapat menemukan
teks yang secara relatif normatif, dan teks-teks lain yang secara relatif
kreatif.
Bakhtine[8]
menyatakan parler, c'est communiquer, et communiquer, c'est
interagir Berbicara adalah
berkomunikasi, dan berkomunikasi adalah berinteraksi. Masih berkaitan dengan dialogisme,
Ia menyatakan bahwa centre nerveux de toute énonciation,de
toute expression, n'est pas intérieur, mais extérieur : il est situé dans le
milieu social qui entoure l'individu››. pusat semua pengujaran dan ekspresi bukan di
dalam, tetapi di luar, yakni lingkungan yang melingkupi individu. Hal ini
menunjukkan bahwa ujaran seseorang (dalam hal ini teks) bukanlah sebuah tindak pribadi, melainkan
sebuah aktivitas sosial yang ditentukan oleh semua komponen hubungan dialogis.
Sejalan dengan Hallyday, Fairclough[9]
mengemukakan tiga fungsi wacana funsi identitas, fungsi relasional, dan
fungsi ideasioanal. Dua dimensi wacana
yang perlu diperhatikan dalam analisis apapun, terdiri dari;
1) peristiwa komunikatif- misalnya penggunaan bahasa seperti
artikel surat kabar, film, video, wawancara atau pidato politik.
2) Tatanan wacana-konfigurasi semua jenis wacana yang
digunakan dalam lembaga atau bidang sial. Jenis wacana terdiri dari wacana dan
aliran.
Aliran merupakan penggunaan khusus bahasa yang membentuk
bagian praktik sosial tertentu; wawancara, berita, iklan. Tatanan misalnya
tatanan wacana media, pelayanan kesehatan atau rumah sakit. Dalam tatanan
wacana, terdapat praktik kewacanaan khusus dimana teks dihasilkan dan digunakan
atau diinterptrasikan. Dalam tatanan wacana universitas, praktik kewacanaan
yang terjadi meliputi dialog dosen dan mahasiswa di kelas, dialog rektor dengan
seluruh jajaran pimpinan. Praktik wacana dapat berbeda-beda. Jenis-jenis
wacana digunakan dengan cara-cara
tertentu.
Berikut adalah ilustrasi dari model tiga dimensi Fairclough
Text consumption
Social practice
|
Text
production
Discursive Practice
|
Text
|
Berdasarkan tiga dimensi penting yang melingkupi anliis
wacana kritis kita dapat menyimpulkan bahwa peristiwa penggunaan bahasa
merupakan peristiwa komunikatif yang terdiri dari tiga dimensi:
- teks (tuturan, pencitraan visual)
- praktik kewacanan yang melibatkan pemproduksian dan
penggunaan
- praktik sosial.
Model tiga dimensi Fairclough ini merupakan kerangka
analitis yang digunakan untuk penelitian empiris yang berhubungan dengan
komunikasi dan masyarakat. Analisis berfokus pada:
- Ciri-ciri linguistik teks (teks)
- Proses yang berhubungan dengan produksi dan
penggunaan teks (Praktik kewacanaan)
- Praktik sosial yang lebih luas yang menckup
peristiwa komunikatif. Praktik sosial.
2. Psikologi
Kewacanaaan
Jorgensen
dan Louise Phillips[10]
memaparkan bahwa secara tradisional, bidang psikologi sosial didominasi
oleh paradigma kognitivisme dalam menjelaskan fenomena psikologi sosial yang
berasal dari proses kewacanaaan
misalnya
pemikiran, persepsi, dan penalaran. Psikologi kognitif memusatkan perhatiannya
hanya pada struktur abstrak bahasa dan tidak terfokus pada kejadian-kejadian
khusus yang terjadi dalam interaksi sosial. Dalam pendekatan kognitivisme pada
bahasa, bahasa tulis dan lisan dipandang sebagai refleksi dunia eksternal atau produk
representasi mental dasar dunia.
Paradigma
kognitivisme mendapat kritik dari beberapa teori dan pendekatan dalam
menganalisis sebuah wacana yang berasal dari dunia sosial. Salah satunya adalah
pendekatan konstruksionisme sosial dalam menganalisis sebuah psikologi sosial.
Dalam hal ini, konstruksionisme
sosial berupaya memahami makna dan nilai yang menjadi sebuah pengetahuan
bersama dalam masyarakat secara spesifik. Pendekatannya kemudian
dikenal dengan istilah psikologi kewacanaan. Bahasa tulis dan lisan adalah konstruksi dunia yang ditujukan pada
tindakan sosial Perbedaan kedua
perspektif tersebut diuraikan dalam tabel berikut;
Psikologi Kognitif
|
Psikologi Kewacanaan
|
1. Bahasa tulis dan lisan adalah refleksi dunia eksternal atau produk representasi
mental dasar dunia
2. kategori
dan proses mental dalam memahami dunia sosial merupakan sesuatu yang bersifat
internal dari individu itu sendiri,
(3)hanya berfokus pada struktur asbtrak bahasa dan tidak
terfokus pada kejadian khusus dalam interaksi sosial.
|
Bahasa tulis dan lisan adalah konstruksi dunia yang ditujukan pada
tindakan social
2. kategori dan proses mental dalam
memahami dunia sosial tidak bersifat internal, namun sebagai aktivitas
sosial.
(3) Tidak hanya berfokus pada struktur asbtrak bahasa, tetapi
lebih terfokus pada kejadian khusus dalam interaksi sosial.
|
Kajian
penting pada bahasan psikologi kewacanaan meliputi definisi konstruksionisme sosial dan asumsi dasar teorinya,Kritik
psikologi kewacanaan terhadap pendekatan psikologi yang terdahulu,
premis-premis dari konstruksi sosial yang mendasari pendekatan psikologi
kewacanaan, metode dan desain penelitian.
Konstruktivisme meliputi konstruktivisme radikal; realisme
hipotesis; dan konstruktivisme biasa.
konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk
menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara
individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian
membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada
struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya
1) Konstruktivisme radikal
hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak
selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan
hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran.
Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif,
namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan
selalu merupakan konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tidak dapat
ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus
dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah
saran terjadinya konstruksi itu.
2) Realisme hipotesis,
pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati
realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
3) Konstruktivisme biasa
mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai
gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai
gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.
Realitas dalam pandangan konstruksi
sosial sangat mementingkan proses dialogis berkesinambungan yang terjadi antara
satu individu dengan individu lainnya, terutama pada pemaknaan yang dibentuk
masing-masing individu tersebut tentang dunia. Kualitas lain yang disebutkan
oleh Berger dan Luckman adalah pemaknaan “here and now” pada manusia
tentang keberadaan dan tujuan mereka di dunia.
Empat karakter dasar konstruksi sosial
yang dibutuhkan dalam penelitian psikologi adalah
a. Sikap
kritis terhadap pengetahuan yang didapatkan dari kehidupan sehari-hari
Konstruksionis sosial menentang ide bahwa pengetahuan
tentang hal yang alami mengenai dunia didapat manusia dari hasil observasi yang
obyektif. Apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang
dipersepsikan dan menjadi pengetahuan. Persepsi subjektif mengenai kenyataan
dalam dunia sehari-hari yang diterima begitu saja (taken for granted)
adalah dasar dari sebuah konstruksi sosial. Dengan demikian kategori sosial
adalah sebuah konstruksi yang harus terus menerus dipertanyakan dan tidak
diterima begitu saja.
b. Kekhususan
sejarah dan budaya
Konstruksionis sosial percaya bahwa cara manusia memaknai
dunia, mengkategorikan, dan membentuk konsep sangat dipengaruhi oleh sejarah
dan budaya. Cara manusia mengenal dan memperoleh pengetahuan tentang dunianya
terkait pada periode waktu dan budaya tertentu dimana ia hidup. Bentuk
pengetahuan yang terikat pada waktu dan budaya tertentu merupakan artefak
sekaligus juga merupakan produk dari budaya dan sejarah pada saat itu. Dengan
demikian tidak seharusnya kita mengasumsikan bahwa cara kita memahami dunia
lebih baik dan lebih mendekati kebenaran absolut daripada cara-cara sebelumnya.
c. Pengetahuan ditopang oleh proses
sosial
Pengetahuan bukanlah sebuah produk obyektif dari hasil
observasi kita terhadap dunia, tetapi
merupakan sebuah proses dan interaksi sosial tempat individu-individu saling berbagi.
Kaum konstruksionis sosial tidak terfokus pada pembelajaran individu, melainkan
pada bagaimana pengetahuan publik dalam disiplin ilmu seperti sains,
matematika, ekonomi atau sejarah dibangun. Di luar dari jenis pengetahuan
akademis ini, kaum konstruksionis juga tertarik pada bagaimana ide-ide yang
masuk akal, keyakinan sehari-hari, dan pengertian umum mengenai dunia
dikomunikasikan kepada anggota baru kelompok sosial budaya. Melalui interaksi
antarmanusia terjadi pembentukan pengetahuan dan pemaknaan terhadap dunia.
Dengan demikian interaksi sosial dalam bentuk apapun khususnya bahasa menjadi
bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial, baik dalam
mengkonstruksikan ataupun mempertahankan pengetahuan manusia tentang dunianya.
d. Pengetahuan dan tindakan sosial
berjalan bersama
Pemaknaan yang dinegosiasikan melalui pertukaran dalam
interaksi sosial dapat termanifestasikan dalam berbagai variasi bentuk, yang
lebih dikenal dengan pola tingkah laku. Dengan pola tersebut kita dimudahkan
untuk membicarakan berbagai bentuk perilaku manusia. Bentuk konstruksi yang
berbeda-beda tentang dunia sosial tidak pernah terbebas dari konsekuensi
sosial. Di lain pihak, setiap konstruksi yang terbentuk dapat dihubungkan pada
suatu bentuk tindakan yang spesifik. Dengan bentuk dan konstruksi sosial yang
berbeda maka akan ada tindakan yang berbeda. Sebagai contoh, zaman dulu, seorang alkoholik
dianggap bertanggung jawab akan semua perilakunya sehingga mereka dianggap
bersalah ketika mebuat keributan, dan tindakan yang diambil adalah dengan
memasukkan mereka ke penjara. Namun,
saat ini kasus alkoholik lebih dipandang sebagai kecanduan dimana cara
penanggulangannya adalah dengan memberikan perawatan medis dan psikologis. Dari
ilustrasi tersebut dapat terlihat bahwa konstruksi sosial yang berbeda
berimplikasi pada tindakan yang berbeda pula.
Konstruksi sosial dalam kajian psikologi
kewacanaan dianggap sebagai sikap, identitas dan kelompok sosial.
Konstruksionisme sosial menolak usaha kognitivis untuk menjelaskan sikap dan
perilaku berdasarkan proses atau keadaan mental dasar. Bukannya memahami proses
psikologis seperti aktivitas mental pribadi yang diproduksi oleh pemrosesan
informasi individu, seperti dalam pemahamana kognitivis, namun memahami mereka
sebagai aktivitas sosial. Lebih lanjut, konstruksisonisme sosial tidak
memandang sikap sebagai disposisi mental yang stabil ( yang dimiliki individu
bersangkutan) namun sebagai produk dari interaksi sosial.
Psikologi
kewacanaan memandang bahasa tidak sekadar
mengungkapkan pengalaman,
tetapi
juga menyusun pengalaman dan realitas psikologis yang subjektif. Cara-cara yang
harus ditempuh dalam melakukan pemahaman dan ketegorisasi dalam kehidupan
sehari-hari bukanlah merupakan refleksi yang transparan dari dunia “di luar sana” melainkan produk pemahaman terkait
dengan kultural dan historis terhadap dunia. Pemahaman dunia diciptakan dan
dipertahankan melalui interkasi soial antara orang-orang dikehidupannya
sehari-hari.
3. Premis-premis
dari konstruksi sosial yang mendasari pendekatan
psikologi kewacanaan
Berikut beberapa premis-premis dari
konstruksionisme sosial dalam psikologi kewacanaan:
a.
Rangkaian psikologi kewacanaan yang
berbeda
Gambaran mengenai jalinan psikologi kewacanaan yang
berbeda dapat dilihat dari garis kontinum di bawah
ini
Gambar 2. Fokus analitis[11]
Discursive Psychology
|
Laclau and Mouffe’s discourse theory
|
Abstract discourse
|
Critical discourse analysis
|
Everyday discourse
|
(Foucault)
Untaian-untaiannya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
-
Persfektif poststrukturalis dalam menguraikan
wacana, kekuasaan, dan subjek.
Fokus pembahasan pada persfektif ini dianggap paling dekat
dengan konsepsi wacana yang lebih abstrak, ditujukan bagaimana orang memahami
dunia dan bagaiaman identitas-identitas diciptakan dan diubah dalam
wacana-wacana khusus dan bagaimana konsekuensi sosial dalam mengkonstruksi
wacana tersebut.
-
Persfektif interaksionis yang mendasarkan
uraiannya pada analisis wacana dan etnometodologi.
Fokus pembahasannya dikonsentrasikan pada analisis
konsentrasi tindakan teks dan pembicaraan dalam interaksi sosial. Dengan
menggunakan etnometodologi dan analisis percakapan, dan fokus pembahasannya
ditujukan pada bagaimana organisasi sosial dihasilkan melalui tuturan dan
interaksi.
-
Perspektif
sintesis yang menyatukan dua perspektif
pertama di atas.
Fokus pembahasannya ditujukan pada bagaimana wacana
khusus menyusun subjek dan objek yang digabungkan dengan ketertarikan
interaksionis pada cara wacana menggarap tindakan sosial dalam konteks khusus
interaksi. Penekanannya dilakukan orang terhadap teks dan pembicaraan pada
sumber daya kewacanaan yang mereka pakai dalam praktik interaksi.
b.
Repertoar interpretatif
wacana adalah “repertoar interpretatif” yang digunakan sebagai
sumberdaya yang fleksibel dalam interaksi sosial. Tujuannya adalah mendapatkan
wawasan megenai komunikasi, tindakan sosial, dan pengonstruksian atas diri,
orang lain, dan dunia.
repertoar interpretatif adalah kumpulan
istilah, uraian dan kata kiasan yang dapat dilihat secara luas dan sering
digolongkan kedalam metafora atau pencitraan yang jelas.setiap repertoar dapat
digunakan untuk mengonstruk sebuah realitas. Repertoar interpretatif merupakan
entitas yang bisa diidentifikasi untuk menggambarkan cara-cara yang berbeda
dalam memberikan makna kepada dunia sehingga mudah untuk ditransformasikan ke
dalam penggunaan retoris.
Salah satu keuntungan yang dihasilkan
oleh penggunaan konstruksi seperti warisan budaya sebagai repertoar
interpretatifnya adalah bahwa cara yang seperti ini menyatakan adanya
koreografi gerakan-gerakan interpretatif, seperti gerakan penari di atas es,
disitulah gerakan-gerakan tertentu bisa dipilih sedemikian serupa sehingga
ditemukan gerakan yang paling tepat dengan konteksnya. Cara ini menunjukkan
adanya kelenturan dalam penggunaan bahasa dan cara mengorganisasikannya.
Tujuan anaisis semacam ini tidaklah mengategorisasikan
orang-orang (misalnya, sebagai orang nasionalis, rasis, atau pemula), tetapi mengidentifikasi praktik-praktik
kewacanaan yang digunakan sebagai dasar untuk membuat kategori-kategori.
Orang-orang tidak bisa diharapkan konsisten, tapi teks dan pembicaraan itu
beragam karena menggunakan wacana yang berbeda disebabkan karena konteks yang
berbeda pula. Repertoar interpretatif bukan merupakan refleksi benar atau salah
atas dunia, melainkan
tertarik
untuk menganalisis praktik-praktik yang dijalani repertoar-repertoar
interpretatif dalam mengostruk refleksi yang salah atau benar atas dunia.
Repertoar interpretatif menganalisis bagaimana orang-orang menguraikan dirinya,
pengalamannya, dan peristiwa yang dialaminya sebagai sesuatu yang bersifat
konsisten, riil dan stabil
c.
Jiwa diri dan identitas
Dalam pandangan psikologi kewacanaan, Iindividu bukanlah entitas tersendiri, melainkan senantiasa berada dalam interaksi
dinamis dan konstan dengan dunia sosialnya. Jiwa, diri, dan identitas dibentuk,
dinegosiasikan, dan dibentuk
kembali dalam interaksi sosial.
Psikologi kewacanaan menolak gagasan
modern yang menyatakan bahwa diri individu terdiri atas identitas tunggal yang
stabil bukan merupakan diri yang tersusun dari identitas-identitas ganda yang
lahir secara kewacanaan.
d.
Investasi psikologis
Investasi psikologis melihat bagaimana
orang membentuk identitasnya melalui pemosisian dalam wacana yang mereka
gunakan dalam pembicaraan dan teks sehari-hari..Teori relasi objek. Teori ini mengususlkan
bahwa subjektivitas itu dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dalam fase
pra-oedipal. Misalnya seperti contoh dibawah ini
Sebagian
besar pria memiliki wacana terhadap perempuan sebagai mahluk yang rentan dan emosional, sedangkan
lelaki sebagai insan yang kuat dan rasional. Wacana ini lahir atas dasar
investasi-investasi yang dimilikinya hingga kemudian mengonstruksnya sebagai
sebuah wacana. Penjelasannya yaitu awal mula anak tidak mempunyai pemahaman
diri bahwa ia berbeda dan terpisah dengan ibunya (tidak terdifferensiasikan)
hal ini karena pengetahuan diri si anak yang belum berkembang. Namun melalui interaksi
sosial anak mulai melihat dirinya berbeda dan terpisah dengan ibunya
“terdifferensiasikan” dari ibunya. Fase ini dimulai saat anak usia sekitar lima bulan, bahwa bayi mulai dapat melihat
dirinya sendiri dan ibunya sebagai individu yang terpisah.
e.
Refleksivitas
Pengetahuan ilmiah dipandang memiliki
sifat produktif. Seperti pada wacana-wacana yang lain, wacana ilmiah
menghasilkan pengetahuan,
hubungan sosial dan identitas. Refleksifitas dalam konstruksi sosial berkaitan
dengan relativisme analisis wacana. Misalnya Wheterrel dan Potter menyatakan bahwa kajiannya tentang
rasisme dan wacana di selandia baru menentang hubungan kekuasaan karena menyatakan
peran wacana dalam mempertahankan diskriminasi
terhadap bangsa Maori. Berbeda dengan pendekatan kognitif pada rasisme yang
mempertahanka hubungan –hubungan kekuasaan yang ada dengan menyatakan bahwa stereotip itu tidak bisa dihindarkan.
4. Penerapan pendekatan Analisis wacana kritis dan pendekatan
psikologi kewacanaan dalam analisis wacana
1
|
Interviewer : oh
no so your consumption. Oh, your choices.
|
2
3
4
5
|
Laurits : mm there’s no doubt
about. I’m non in doubt that oh, the increased focus on organic farm-goods, oh organic products has
meant that there’s been an increase in the number of organic farmers.
|
1.
|
Tim :
yes, that’s (.) is completely (absolutely) definite (and)
|
2.
|
Jonathan : yes, i think so too, and you get,
apart from that, you get, you get, i’d say it’s one of the things you have to
say to yourself and that you have to believe because, if, if if no-one believed in it, so the world would
look (1) terrible, if no-one believed that (.) anythong could be changed (.)
with anything. Everyone has to take starting point that charges can take
place (have to) take the starting point in themselves
|
3.
|
Tim : yes, so i think
exactly.
|
4.
|
Jonathan : and so others also do the
same hopefully
|
5.
|
Tim : that, that the example of ecology,
it, it is simply the perfect example, in my eyes yes. It has worked. You can
see that. And that also persuades me that (.) the next focus point that comes
in the media that that if it’s something i of course, conditional on my
seeing that is has any relevance, ohm,
o it will come to work, and so i will also be able much more quickly to do
the small things, in everyday life, for example, like buying organic things
instead of something else. I dont know, but i dont have any example but
|
8
|
Laurits : take another example,
like (.) og, sorting rubbish. Where there are many places now where you sort
out rubbish.
|
9
|
Tim : yes
|
10
|
Laurits : and there you can say
then that the problems is located where it does not help because it is thrown
together as some point anyway. Oh so the pnly thing we (.) still really have
(1) as separate rubbish is glass treatment and paper, (2) can get a little
irritated about, that more doesnt happen, oh, in that area, when (.)
consumers now (.) at least some places, are beingput to work. Ooh, that oh
its (1) in this case oh them who collect it together, who don’t (.) follow up
on it.
|
11
|
Jonathan : Do they mix it together
again when they collect it together, who dont follow up on it.
|
12
|
Laurits : yes, i mean that most
of the rubbish which, i mean at home in (.) 1 come from Skelskor, there they
sort it into (1) green rubbish and (.) grey rubbish and the kind (.) thing
which can be recycled. Things that, not things that can.
|
13
|
Christian : biodegradable waste
|
14
|
Jonathan : organic?
|
15
|
Laurits : biodegradable waste,
and things aren’t that aren’t biodegradable.
|
16
|
Tim : yes.
|
17
|
Laurits : oh and i have read at
least that its quite limited how much of what is biodegradable that is broken
down. You can say that.
|
18
|
Interviewer : could you think of going down here (.) to the yard down there with
ypur biodegradable rubbish?
|
19
|
Laurits : compost?
|
22
|
Jonathan : can you do that?
|
23
|
Interviewer : yes, thay have a compost
container.
.
|
24
|
Jonathan : compost machine? I didnt even
know that, no
|
25
|
Tim : no
|
26
|
Interviewer : there’s also one in the
agrdner street.
|
27
|
Tim : it has to be up
here. It has to be when you stand and are just about to throw something out,
you mustn’t have to to something extra for it.
|
28
|
Laurits : we can see we (still)
have (1) probles enough going down with our glass things and oh, i dont think that. This household
at least would do anything that is more than taht.
|
29
|
Interviewer : mm.
|
30
|
Laurits : that oh, yes the only
thing i can, you do want to, but oh you dont get it done.
|
31
|
Tim : so if i would like
to, oh, i could well think of. You could sortyour rubbish. If we could do it
up from here, just like you have had it down there, my grandmother.
|
32
|
Laurits : if it wasnt any trouble,
we could also so it, but the trouble is if you have to go there, go, thre
different places with your rubbish.
|
33
|
Tim : yes, yes, well. We
completely agree with that, but well now i know that my grandmother she lives
in Vejle and they have had some trial with it, that is sorting of rubbish and
it has actually worked. Oh oh and
there is really a big difference measurable tons of of what ends up oh in the
incinerartor and different places ohm. And it, it works by that, that there
are two small bags, so and whe you open the rubbish.
|
34
|
Tim : if it doesnt cost
any extra work, i also think it can be done but oh i wouldn’t og i would like
to, but (.) dont do it, if it causes (.) oh more difficulties in daily life.
|
Terlihat
pada dialog di atas empat
responden (teman tinggal satu flat) dalam suatu wawancara kelompok
mengratikulasikan wacana-wacana yang berbeda yang masing-masing mengonstruk pemahamannya yang berbeda terhadap pertanyaan –pertanyaan
lingkungan dan identitas yang berbeda bagi penutur yang menunjuk pada
legitimasi tindakan yang berbeda:
Analisis wacana kritis memusatkan perhatian pada analisis
berdasarkan pendekatan psikologi kewacanaan cenderung lebih menekankan pada cara-cara
penutur dalam menggunakan wacana sebagai sumberdaya yang fleksibel (repertoar
interpretatif) pada konteks-kontesk interaksi khusus dan pada ciri-ciri
linguistik yang diterapkan penutur sebagai strategi retorika agar bisa menguraikan dunia sebagai sesuatu yang solid
dan objektif
dan uraian yang saling bersaingan sebagai sesuatu yang salah dan subjektif.
Dalam hal ini psikologi kewacanaan digunakan untuk mengeksplorasi pemroduksian
konsesus secara kewacanaan dan negoisasi makna yang diidentifikasi dalam analisis-analisis
yang lain.
Dari
wawancara di atas, uraian laurits tentang
ketidak efektifan tindakan ekologis meluas sampai empat putaran (dari baris 25
– 44), yang hanya disela oleh pertanyaan Jonathan dan tanggapan minimal dari Tim. Pertanyaan Jonathan – do
they mix it together again when they collect it together, or what is it you’re
saying? membagi uraian umum laurits tentang hal tersebut pada (baris 25-32)
dan kasus khusus –proses pemilahan sampah dan ketidak efektifannya di kotanya
sendiri (baris 35-38, 41, 43, 44). Dalam hal ini dapat diketahui bahwa
pertanyaan Jonathan
mungkin telah diiterpretasikan oleh Laurits
sebagai tantangan atau pertanyaan yang tidak begitu berat sehigga menggiringnya
untuk memberikan dukungan atas pernyataan umumnya dalam bentuk naratif mengenai
kasus yang lebih konkret. Dalam pengetahuan khusus yang dijelaskan laurits
mengetahuinya dan akarnya ada di sekitar
tempat tinggalnya. Sementara Tim, Laurits,
dan Jonathan semuanya memulai diskusi ini menggunakan proposisi mengenai pentingnya
nilai ekologi, hanya Jonathan
yang mengketengahkan
keyakinan atas perubahan sebagai sebuah keharusan, “Everyone
has to take the starting point in themselves” (baris 10-11). Hal ini
menunjukkan bahwa keyakinan merupakan persyaratan bagi penerimaan orang-orang
akan tanggungjawabnya atas masalah sampah. Hal ini juga menunjukkan pemahaman
refleksif ketidakpastian atas tindakan orang-orang.
Tim
mengekspresikan dukungannya terhadap pandangan jonathan (pada baris 12, 14-21).
Akan tetapi ketika Laurits
menanyakan kerapihan pemilahan sampah, dan perubahan arah pembicaraan yang mengarah kepada efektivitas tindakan, Jonathan menghilang dari percakapan (baris
33-34) hal ini dianggap sebagai sesuatu tantangan yang tidak berat lagi menurut
laurits dan terlepas dari intervensi lainnya (baris 40,48,50).
Kemudian
mengenai tukar pendapat di akhir percakapan mereka (baris 58-77) jonathan diam
saja. Ia tidak megikuti percakapan yang mengonstruk sebuah makna oleh tim dn
laurits, hal ini dikarenakan ia memberikan dukungan kepada sistem environmental
berdasarkan keharusan moral untuk menolak dan urangnya atau keraguan tentang
ilmu pengetahuan mengenai topik yang dibicarakan.
Ditilik dari psikologi kewacanaan,
analisis ini memperlihatkan bagaimana
ekspresi tanggung jawab pribadi dipertahankan dengan cara melakukan pengecekan.
C. Simpulan
Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah analisis
unsur dominasi dan kekuasaan yang terkandung
dalam sebuah wacana. Analisis ini bertujuan
membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari sebuah wacana
yang diasumsikan membawa muatan ideologi tertentu, baik itu ideologi politik, ras, gender, sekte, maupun agama. AWK mengungkap gagasan yang menonjolkan
bentuk-bentuk dominasi
atau hegemoni kekuasaan, ideologi, kelas masyarakat, gender, ras, diskriminasi,
interes, reproduksi, institusi, struktur sosial, dan peran sosial.
AWK melihat pemakaian bahasa sebagai bentuk dari praktik
sosial, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan
yang terjadi dalam masyrakat. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si
pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun
strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk
membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang
diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang
dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu
terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan
berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Bakhtine, Mikhaïl.1978. Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier.
Paris: Gallimard.
Dominique Mainguneau. 1989.
Initiation Aux Methodes de I’analyes du Discours.
Paris: Hachette.
Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis. London: Longman.
Jorgensen, Marianne et Louise
Philips. 2002 Discourse Analysis as
Theory
and Method. London: SAGE Publication.
[1]
Bakhtine, Mikhaïl, Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier.(Paris: Gallimard, 1978), hlm. 10..
[2]
Dominique Mainguneau, Initiation Aux Methodes de I’analyes du Discours.( Paris: Hachette, 1989), hlm. 11-
12.
[4]
Jorgensen, Marianne et Louise Philips, Discourse Analysis as Theory and Method (London:
SAGE Publication, 2002), hlm.2
[8]
Bakhtine, op.cit., hlm. 134.
[9]
Fairclough, loc.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar