Kamis, 14 Juli 2016

INTERTEKSTUALITAS

Oleh:  Etik (Noreg. 7317150269), Niknik M. Kuntarto (Noreg. 7317150078), Rosdiana (Noreg. 7317150083), Yusi Asnidar  (Noreg. 7317150093)

A.     Pendahuluan
Teks didefinisikan Beaugrande dan Dressler (1981:3) communicative occurence which meets seven standards of textuality, yakni peristiwa komunikatif yang memenuhi tujuh standar tekstualitas yakni; 1) kohesi, 2) koherensi, 3) intensionalitas, 4) akseptabilitas, 5) informativitas, 6) situasionalitas dan 7) intertekstualitas.
Komunikasi merupakan posisi kunci kebermaknaan sebuah teks. Jika teks tersebut tidak memenuhi standar tekstualitas, teks tersebut dikatakan “tidak komunikatif”. 
Istilah  intertekstualitas yang dicetuskan oleh Julia Kristeva dikembangkan dari konsep dialogisme yang dikemukakan oleh Filusuf Rusia Mikhaïl Bakhtine. Pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan. Semua ungkapan baik tertulis maupun lisan, dari semua teks seperti laporan ilmiah, novel, dan berita dibedakan di antaranya oleh perubahan dari pembicara (atau penulis), dan ditujukan dengan pembicara atau penulis sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai dari komunikasi. Semua pernyataan/ungkapan didasarkan oleh ungkapan yang lain, baik eksplisit maupun implisit. Semua pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks lain. Sekali lagi hal ini ditegaskan Bakhtine (1929) dalam pernyataannya; parler, c'est communiquer, et communiquer, c'est interagir Berbicara adalah berkomunikasi, dan berkomunikasi adalah berinteraksi
Masih berkaitan dengan dialogisme, Ia menyatakan bahwa centre nerveux de toute énonciation,de toute expression, n'est pas intérieur, mais extérieur : il est situé dans le milieu social qui entoure l'individu›› (1977 : 134).pusat semua pengujaran dan ekspresi bukan di dalam, tetapi di luar, yakni lingkungan yang melingkupi individu. Hal ini menunjukkan bahwa ujaran seseorang bukanlah sebuah tindak pribadi, melainkan sebuah aktivitas sosial yang ditentukan oleh semua komponen hubungan dialogis. Dialog dalam makna sempit hanyalah nerupakan salah satu bentuk interaksi verbal. Dialog dalam arti luas bukan hanya sebatas pertukaran komunikasi dengan suara yang besar dan melibatkan individu-individu yang saling berhadapan, tetapi meliputi semua pengujaran yang bermakna dan lengkap, yang tidak hanya terdiri dari satu bagiaan komunikasi verbal yang terputus.
le dialogue, au sens étroit du terme, ne constitue,bien entendu, qu'une des formes, des plus importantes il est vrai, de l'interaction verbale. Maison peut comprendre le mot "dialogue" dans un sens élargi, c'est-à-dire non seulement commel'échange à haute voix et impliquant des individus placés face à face, mais tout échangeverbal, de quelque type qu'il soit (...). Toute énonciation, quelque signifiante et complètequ'elle soit par elle-même, ne constitue qu'une fraction d'un courant de communicationverbale interrompu››(BAKHTINE 1977: 136).

 Selanjutnya pemikiran tersebut dikembangkan oleh Julia Kristeva (1977), yang ia namakan sebagai Intertekstualitas. Kristeva mengemukakan bahwa tiap teks merupakan sebuah jalinan  kutipan-kutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan transformasi dari teks-teks lain. Istilah intertekstualitas secara umum dapat dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain yang terjalin dari kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi teks terdahulu. Dengan mengambil komponen-komponen teks yang sebagai bahan dasar untuk penciptaan karyanya, maka si pengarang kemudian dapat memberikan warna sebagai penyesuian dan penambahan-penambahan sehingga menjadi sebuah karya baru yang utuh.
Berdasarkan berbagai pandangan mengenai intertektualitas dalam kaitannya dengan wacana dan komunikasi, makalah ini membahas Intertekstualitas yang disarikan dari  Introductiion to Text Linguistics karya Robert-Alain de Beaugrande dan Wolfgang Dressler (1981).

B. Intertekstualitas
Menurut Beaugrande pengenalan istilah intertekstualitas adalah untuk menggolongkan cara dimana produksi dan penerimaan sebuah teks tergantung kepada pengetahuan si pembaca akan teks lainnya atau sebelumnya. Prinsip ini berarti bahwa setiap teks akan dibaca dengan latar belakang teks-teks lain; tidak ada sesuatu pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan kerangka; tidak dalam arti bahwa teks baru hanya meneladani teks lain dan mematuhi kerangka yang telah diberikan lebih dulu, tetapi dalam arti bahwa dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan yang penting.
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Produksi makna terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parody maupun negasi.
Pengetahuan akan teks sebelumnya dapat diterapkan melalui proses yang disebut Mediasi (perubahan makna). Semakin besar rentang waktu dan proses kejadian antara penggunaan teks yang sekarang dan penggunaan teks sebelumnya, maka semakin besar mediasinya. Mediasi akan semakin kecil ketika orang-orang meng-quote/merujuk kepada teks yang terkenal seperti pidato yang terkenal atau karya sastra. Mediasi sangat kecil pada aktifitas yang membalas, mengulas, melaporkan, menyimpulkan atau mengevaluasi teks lain seperti yang kita temukan dalam percakapan. Contoh mediasi:
As long as you’re up, get me a Grant’s

1. Tipologi Teks
Pertanyaan mengenai tipe-tipe teks memunculkan tantangan besar terhadap tipologi linguistik (yaitu sistemisasi dan klasifikasi sampel bahasa). Pada ilmu linguistik terdahulu, tipologi di susun berdasarkan pendekatan bunyi dan bentuk bahasa, sedangkan saat ini, digantikan oleh tipologi dengan menggunakan pendekatan kalimat. Pendekatan lainnya adalah tipologi dengan menggunakan pendekatan silang budaya terhadap bahasa yang mempunyai bentuk yang sama. Semua pembagian tipologi ini dilakukan agar berhubungan dengan sistem bahasa; sistem virtual (maya/abstrak) yang merupakan potensi berbahasa mengenai semua pilihan-pilihan dan struktur yang belum digunakan atau dituturkan, dan sebuah tipologi teks juga harus berhubungan dengan sistem aktual (nyata) dimana pemilihan dan keputusan tuturan telah dibuat. Menurut Beaugrande, teks dipandang sebagai sebuah sistem yang merupakan rangkaian elemen yang berfungsi secara bersama-sama, sedangkan bahasa adalah sebuah sistem abstrak dari beberapa pilihan yang belum digunakan (kognitif), dan teks adalah sebuah sistem actual (nyata) dimana pilihan-pilihan tadi telah diambil dari khazanah bahasa di dalam otak dan telah digunakan dalam sebuah struktur (hubungan antara elemen-elemen).
Siegfried J. Schmidt mengatakan ada dua cara untuk mempelajari tipe teks. Yang pertama bisa dimulai dari definisi tipe teks tradisional yaitu teks sebagai objek yang dapat diobservasi dan kemudian barulah merekonstruksi teks tersebut berdasarkan teori teks yang sesuai/konsisten atau bisa juga berangkat dari teori teks (yang mendasari teori tipe teks) untuk kemudian dibandingkan dengan kenyataan di lapangan. Sebuah Tipologi teks juga harus berhubungan dengan tipologi tindak tutur dan situasinya.
Beberapa jenis tipe teks tradisional dapat didefinisikan secara fungsional yaitu berdasarkan fungsinya dalam interaksi manusia, antara lain teks deskriptif, teks naratif, teks argumentataif, teks sastra dan puisi, teks ilmiah, dan teks didaktik.
a.    Teks Deskriptif
Teks jenis ini adalah teks yang digunakan untuk memperkaya pengetahuan dimana pusat controlnya (titik awal dimana assessment dan proses dilakukan) adalah objek (konsep yang benar-benar ada dengan identitas yang tetap dan konstitusi) atau situasi (bentuk/susunan objek yang ditampilkan dalam keberadaaan konsep). Didalam teks jenis ini sering terdapat attributes (kondisi karakteristik dari hal yang benar-benar ada), states (kondisi sementara dari hal yang benar-benar ada), instances (anggota sebuah kelas yang mewarisi semua sifat yang tidak dibatalkan di kelas tersebut) dan spesifikasi (hubungan antara superclass dengan subclass, dengan pernyataan sifat yang akan muncul kemudian). Permukaan teks harus merefleksikan sebuah kerjasama modifiers (penentu sifat sebuah benda). Pola yang sering digunakan adalah frame (pola umum yang berisikan pengetahuan umum mengenai beberapa konsep tertentu). Frame menyatakan hal-hal yang saling terkait dalam sebuah prinsip akan tetapi tidak menjelaskan kapan hal tersebut dilakukan atau disebutkan.
b.    Teks Naratif
Teks jenis ini adalah teks yang digunakan untuk mengurut kegiatan dan kejadian dalam sebuah urutan. Di dalam teks tersebut terdapat hubungan konseptual seperti cause (penyebab suatu kejadian terjadi), reason (hubungan dimana sebuah kejadian terjadi sebagai respon terhadap kejadian sebelumnya), purpose (kejadian atau situasi yang telah direncanakan sehingga memungkinkan untuk dilakukan melalui kejadian sebelumnya), enablement (membuat sebuah kejadian berikutnya menjadi mungkin, akan tetapi bukan sebuah keharusan) dan time proximity (waktu kejadian berlangsung). Permukaan teks harus merefleksikan sebuah kerjasama subordinations (yang saling ketergantungan). Pola yang sering digunakan adalah skema.Skema adalah pola umum sebuah kejadian yang berurutan yang menghubungkan waktu kejadian dan penyebabnya.
c.    Teks Argumentatif
Teks jenis ini digunakan untuk menunjukkan penerimaan atau evaluasi terhadap pengetahuan/informasi baik yang dianggap benar atau salah dan dianggap positif atau negatif. Permukaan teksnya sering menunjukkan alat-alat kohesif untuk penekanan seperti recurrence, parallelism dan paraphrase. Pola yang paling umum digunakan adalah Plan (perencanaan).
Dalam kebanyakan teks, kita akan menemukan gabungan dari fungsi deskriptif, naratif dan argumentative. Pada kasus seperti ini pembagian tipe teks berdasarkan fungsi teks pada komunikasi.
d.    Teks Sastra dan Teks Puisi
Teks sastra juga sering terdiri dari bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Oleh karenanya diperlukan kriteria lain untuk membedakannya. Teks sastra dan teks puisi adalah teks yang dunianya berdiri pada sebuah prinsip hubungan alternativity terhadap versi yang dapat diterima pada dunia nyata. Teks puisi merupakan bagian dari teks sastra
e.    Teks Ilmiah
Teks ilmiah adalah teks yang bertujuan untuk menjelajahi, memperluas atau mengklarifikasi pengetahuan sebuah masyarakat mengenai “kenyataan” dengan menampilkan dan menguji bukti-bukti yang diambil dari observasi dan dokumentasi.
f.      Teks Didaktik
Teks didaktik adalah teks yang memberikan pengetahuan tertentu kepada si penerima teks yang bukan orang spesialis, sehingga dibutuhkan penyajian yang lebih luas dan eksplisit dibandingkan teks ilmiah.

2. Allusion
Isu berikutnya dalam intertekstualitas adalah allusion yaitu cara orang menggunakan atau merujuk kepada teks yang dikenal. Pada prinsipnya seorang penutur teks bisa saja bertutur berdasarkan teks sebelumnya baik terkenal maupun tidak; akan tetapi pada prakteknya; teks yang sudah diketahui lebih gampang dipahami oleh si penerima. Besarnya perbedaan waktu antara dikeluarkannya teks asli dengan teks selanjutnya bisa bermacam-macam. Pada tahun 1600, Christopher Marlowe menulis sebuah persembahan dengan judul “a passionate shepherd to his love”, dengan bentuk seperti ini:
[148]   Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
That valleys, groves, hills and fields
Woods or steepy mountain yields

Pada tahun yang sama Sir Walter Ralegh membalas puisi tersebut dengan judul “the nymph’s reply to the shepherd”
[149]   If all the world and love were young
And truth in every shepherd’s tongue
These pretty pleasures might me move
To live with thee and be thy love

Ketika membuat puisi balasan ini, Ralegh mempertahankan bentuk permukaan format (skema irama, ritma dan jumlah stanza) dan ditambah beberapa ekspresi dari puisi asli milik Marlowe. Tentunya dalam memahami teks ini, diharapkan si pembaca sudah mengetahui akan teks sebelumnya. Sehingga teks yang kedua akan lebih bermakna. Pada tahun 1612, John Donne meminjam skema umum milik Marlowe untuk membuat puisi mengenai seorang nelayan
[150]   Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
Of golden sands and crystal brooks
With silken lines and silver hooks

Walaupun mediasi antara teks milik Marlowe dengan Donne cukup besar, intertekstualnya masih sangat terlihat. Walaupun isinya tidak sama, akan tetapi kedua bait pertama menunjukkan bahwa puisi tersebut merujuk kepada puisi sebelumnya. Pada tahun 1935, Cecil day Lewis menulis sebuah versi ironis mengenai pekerja yang tidak terampil dengan menggunakan bentuk yang hampir sama dengan Marlowe
[151]   Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
Of peace and plenty, bed and board
That chance employment may afford

I’ll handle dainties on the docks
And thou shalt read of summer frocks
At evening by the sour canals
We’ll hope to hear some madrigals.

Puisi terakhir ini merupakan sindiran bagi kedua puisi tanggapan diatas (Ralegh dan Cecil) dimana kedua pengarang puisi tersebut mengejek isi dari puisi Marlowe dan bukan mengkritisi cara pemilihan dan komunikasi Marlowe terhadap topik puisinya.
            Dalam percakapan, Intertekstualitas berusaha mempertahankan mediasi sedikit mungkin. Pada bab sebelumnya, Beugrande memaparkan beberapa cara pengaturan percakapan yang muncul dari intensionalitas dan situasionalitas. Memang tidak ada dari kedua faktor ini bisa menjelaskan semua hal, akan tetapi sebuah teks haruslah relevan terhadap teks lainnya dalam wacana yang sama dan tidak hanya relevan terhadap keinginan kedua peserta dan seting situasionalitasnya. Topik harus dipilih, dikembangkan dan ditukar. Teks dapat digunakan untuk memonitor teks lainnya atau peran dan kepercayaan yang disebarkan oleh teks tersebut.
            Sebuah topik percakapan harus melebur dari konsep dan relasi yang terdapat di dalam dunia teks. Untuk menentukan pendapat mengenai sebuah topik, partisipan ada baiknya mempertimbangkan informatifitas yang terkandung didalamnya. Aspek yang paling tepat untuk dikembangkan dalam sebuah topic adalah yang mengandung permasalahan dan variables (yaitu hal-hal yang belum diterapkan karena mengalami kendala dan berubah-ubah). Hal ini seperti yang disampaikan dalam Maxim oleh Grice, “Capailah aspek tersebut dalam topik yang ditampilkan yang kamu anggap problematik dan bervariable”. Beaugrande mengilustrasikan penerapan maxim ini pada “small talk”, dimana seorang partisipan bereaksi terhadap sebuah kejadian atau situasi yang diekspresikan sebagai sebuah topik. Contoh:
            [153]   Sammy          : When’s he coming to see his chair?
                        Dave               : Who, Shelby? (Agent-of)
[154]   Phoebe                      : They want us to go out there, and for Archic to manage the
  Hotel in Ottawa…
Jean               : When did they write this to you (time-of)
[155]   Martin             : ……. “She entered heaven the moments she died. “So I asked
  him, “How do you know that?” (Cognition of)
[156]   Jimmy                        : Going out?
Alison             : That’s right
Jimmy                        : On a Sunday evening in this town? Where on earth are you
  going? (location of)
[157]   Helena                       : She’s going to church
Jimmy                        : You’re doing what? Have you gone out of your mind or
  something? (reason of)

Variabel ditunjukkan pada no 153 dan 154 yaitu berupa rujukan yang sudah dimengerti oleh kedua partisipan akan tetapi si penutur harus memberikan petunjuk agar maksudnya dapat ditangkap oleh si penerima, agent-of menjadi kohesi dalam percakapan ini, dan time-of adalah variabel dalam koherensi karena beberapa kejadian atau situasi terjadi pada saat yang jelas/tepat. Permasalahan muncul pada 3, 4 dan 5. Sungguh sulit untuk mengharapkan orang-orang mengetahui akan sampainya seseorang ke surga 155. Di sebuah kota kecil pada minggu malam, sulit juga mengira-ngira kemana seseorang akan pergi 156. Seorang atheis tentunya tidak dapat menemukan alasan kenapa istrinya sampai pergi ke gereja 157. Oleh karenanya pada setiap kasus, aspek permasalahan seperti – pergi ke surga, pergi pada minggu malam, dan pergi ke gereja – dapat ditangkap melalui pertanyaan berikutnya dari si lawan bicara.

3. Monitoring
            Teks seringkali mengandung permasalahan yang melekat pada saat dituturkan. Hal ini dapat terjadi jika partisipan menyalahi sebuah aturan atau ide dan gagasan mereka yang tidak sesuai dengan situasi di sekitarnya. Jika ini terjadi maka si lawan tutur /partisipan lainnya dapat mengambil peran sebagai monitor agar tidak muncul permasalahan dalam percakapan. Berikut adalah beberapa contoh monitoring yang sering terjadi dalam percakapan:
Monitoring dilakukan ketika konvensi sosial dilanggar:
[158]         Gus: One bottle of milk! Half a pint! Express Dairy!
Ben: You shouldn’t shout like that.
Gus: Why not?
Ben: It isn’t done.

Monitoring juga dapat dilakukan ketika partisipan tidak fokus terhadap pembicaraan:
[159]         Catherine: During vacation, I do think Leonora ought to take a look at reality. ‘/
Are  you listening, Charlie?
Charlie: Yes, Catherine.
Catherine: what was I saying?
Charlie: Leonora ought to take a look at reality.

Pada [159], seorang partisipan yang kurang memperhatikan diharuskan untuk mengulang elemen atau pola (recurrence) dari teks yang diterima sebelumnya untuk menunjukkan bahwa dia memperhatikan.

Monitoring juga akan terjadi jika motivasi terhadap teks yang dituturkan kurang tampak/jelas:
[160]         Hans: I’m losing a son; mark: a son
Lucas: How can you say that?
Hans: How can I say it? I do say it, that’s how.

Monitoring seperti ini lebih menekankan kepada teks permukaan daripada isinya.
Dan yang terakhir, monitoring dapat diarahkan kepada “gaya” ketika teks dituturkan daripada isinya:
[161]         Fay: I have had nothing but heartache ever since. I am sorry for my dreadful
crime.
Truscott: Very good. Your style is simple and direct. It’s a theme which less skillfully handled could’ve given offence.

Keadaan partisipan dapat  menjadi objek monitoring, berdasarkan bukti tuturannya:
[162]         Daphne: Get out of my life Charlie…
Leonore: Daphne, I know you’re in difficulties, but I think you’re most
unpleasant.
Pernyataan si partisipan juga bisa dimonitor jika tidak sesuai dengan wacana:
[163]         Esther: So where’s the ideals gone all of a sudden?
Cissie: Esther, you’re a stall-owner, you don’t understand these things.

Monitoring juga dapat berupa komentar pada kondisi yang menghalangi kemampuan komunikatif partisipan:
[164]         Hans: You don’t know what you’re talking about. You’ve not had enough wine,
that’s your trouble…
Martin: You’re drinking too much wine –

Maksud si partisipan dapat dimonitor jika sebuah teks tidak memiliki rencana atau tujuan:
[165]         Hal: If, as you claim, your wife is a woman, you certainly need a larger income.
Truscott: Where is this Jesuitical twittering leading us?
Hal: I am about to suggest bribery.

Apabila tujuan percakapan terlihat menyimpang, maka monitoring dapat dilakukan sebagai penolakan:
[166]         Staupitz: It serves very nicely as protection for you
Martin: What protection?
Staupitz: You know perfectly well what I mean, Brother Martin, so don’t pretend
to be innocent.

Seorang partisipan yang mengeluarkan tuturan ambigu, akan menghasilkan respon monitoring dari partisipan lainnya:
[167]         Pauline: Pamela’s a bit special too, isn’t she?
Edith: How do you mean?
Pauline: Well, she’s not a raving beauty exactly but she’s not ugly but you don’t
know what to do with her.

Pada percakapan [167] pernyataan Pauline sebagian kurang jelas dalam topik “Pamela”, hal ini dikarenakan dia mengalami kesulitan dalam menentukan skala “cantik-jelek”.

Monitoring dapat dilakukan juga untuk menegaskan maksud seseorang pada teks sebelumnya:
[168]     Catherine: You said that Leonora was putting on an act.
Charlie: I didn’t mean it
Catherine: It’s a strange admission for a prospective professor of economics to say that he said what he didn’t mean.
Charlie: I was not a lecture platform. One is entitled to say what one doesn’t  mean  in one’s own home.

Keyakinan  dan pengetahuan sebelumnya oleh si partisipan dapat dimonitor jika teks yang ditampilkan mensyaratkan akan adanya perselisihan:
[169]         Martin: Father, why do you hate me being here?
Hans: Eh? What do you mean? I don’t hate you being here
Seseorang dapat juga secara eksplisit melaporkan bahwa ada kesalahan:
[170]         Fay: I’m innocent till I’m proved guilty. This is a free country. The       law is impartial.
Truscot: Who’s been filling your head with that rubbish?
Seseorang menolak untuk mengkonfirmasi permintaan seseorang terhadap sebuah kepercayaan atau informasi:
[171]         McLeavy: Is the world mad? Tell me it’s not
Truscott: I’m not paid to quarrel with accepted facts.
Seseorang juga dapat menyangkal informasi tanpa ikut terlibat dalam kenyataan:
[172]         Sarah: What do they want to hold two meetings for?
Harry: Well, why shouldn’t they hold two meetings?
Sarah: What, you think they should hold two meetings?
Harry: It’s not what I think.

Ketidakpercayaan seseorang terhadap sesuatu/kejadian dan situasi:

[173]   Mcleavy: Is it likely they’d fit eyes to sewing machine? Does that convince you?
Truscott: Nothing ever convinces me. I choose the least unlikely explanation and file it in our records


Seseorang juga dapat menunjukkan penerimaannya terhadap tuturan orang lain yang tidak sesuai dengan kondisinya:
[174]  McLEavy: How does the water board go about making arrest?
Truscott: You must have realized by now, sir that I am not from the water board.

Petikan-petikan dialog di atas mengilustrasikan bagaimana tekstualitas dapat dipertahankan dalam wacana terlepas dari permasalahan dan gangguan yang ada seperti ketidaksesuaian isi teks dengan rules, intentions dan belief yang dipahami kedua partisipan dan beberapa maxim Grice yang dilanggar.
Ada beberapa persamaan antara monitoring situasi dan pemecahan masalah; dengan membuat beberapa objek atau kejadian topik teks yang tidak terduga, partisipan dapat memadukan ke dalam versi dunia nyata yang dipakai atau setidaknya mempertahankan versi tersebut dan penolakan yang jelas.
Rachael Reichman berpendapat bahwa koherensi pada percakapan tidak perlu terlalu jelas terutama mengenai konsep yang terdapat dalam komponen teksnya. Ia menjelaskan bahwa koherensi juga dapat terlihat dari   Illustrative relation , Generalization relation,  Subissue relation, dan  Joining relation. Hubungan ilustratif terlihat  jika sebuah isu umum diikuti oleh beberapa contoh khusus dari pengalaman si partisipan sendiri, sedangkan Generalization relationmengacu  pada  sebuah kejadian atau situasi khusus yang kemudian diikuti dengan merujuk kepada isu umum. Subissue relation terjadi ketika ada kombinasi dimana sebuah kejadian atau situasi menggambarkan beberapa isu pada saat yang bersamaan dan Joining relation terjadi ketika sebuah isu digambarkan oleh beberapa kejadian atau situasi.

Konsep dan Mekanisme Intertekstualitas
 Text world dan Discourse world model
Prinsip intertekstualitas yang utama adalah memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, respon, penyerapan atau transformasi dari karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan atau jiplakan dalam kontrasnya dengan hipogramnya akan tetapi lebih kepada pemerolehan makna sebuah karya secara penuh, baik berupa teks fiksi maupun puisi.
Sebuah studi dilakukan kepada 72 orang untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki oleh penulis dengan tuturan yang diproduksinya. Ke 72 orang tersebut diberikan teks mengenai sebuah roket dan diminta untuk menuliskan kembali teks yang telah diberikan. Ternyata antara teks yang didapat pertama dengan teks yang kemudian mereka produksi terdapat banyak sekali tambahan dan perbedaan pemilihan kata dalam memproduksi ulang teks tersebut. Yang lebih menarik adalah, ke 72 peserta bercerita dengan cara yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ini menunjukkan intertekstualitas juga sangat berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang sebelumnya. Berikut adalah salah satu contoh ilustrasi teks yang baru  (skema 2) yang dibuat secara interteks dengan teks sebelumnya (skema 1)

Skema 1. 


Skema 2

Dalam pandangan dari pertimbangan ini, gagasan tentang ‘model teks dunia’ yang dikembangkan pada bab V mungkin akan dikembangkan dengan baik pada nosi model dunia wacana.
Pembuatan laporan dan rangkuman teks yang dibaca sesorang merepresentasikan ranah pentng lain dari intertekstualitas dan dapat berfungsi untuk menyimpulkan pembahasan kita di sini.
Skema dapat berisi kemajuan kejadian dan keadaan yang berurutan.
Proses pemahaman dilakukan identik dengan proses penyeleksian dan verifikasi kemata konseptual untuk mencatat situasi atau teks yang difahami.
            Hubungan interteks tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Kompleksitas hubungan dengan sendirinya tergantung dari kompetensi pembaca, yaitu makin kaya pemahaman seseorang pembaca maka makin kaya pula hubungan-hubungan yang dihasilkan. Dalam aktifitas pembacaan dengan demikian akan terdapat banyak hipogram, yang berbeda-beda sesuai dengan kompleksitas aktifitas pembacaan terdahulu. Hipogram juga merupakan landasan untuk menciptakan karya-karya yang baru, baik dengan cara menerima maupun menolkanya. Oleh karena itulah, membaca karya yang hanya terdiri atas beberapa halaman saja, maka ada kemungkinan akan menghasilkan analisis yang melebihi jumlah halaman yang dianalisis. Atas dasar pemahaman bahwa semua teks adalah interteks, maka timbul pertanyaan, dimanakah letak orisinalitas sebuah teks? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menjelaskan, disatu pihak kemampuan mengadakan interteks adalah salah satu bentuk orisinalitas, artinya kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh setiap orang. Di pihak yang lain, yang dimaksudkan dengan interteks bukan dalam pengertian persamaan sebagaimana dipahami sebelumnya. Interteks adalah ruang metodologis dimana pembaca mampu mengadakan asosiasi bebas terhadap pengalaman pembacaan terdahulu yang memungkinkan untuk memberikan kekayaan bagi teks yang sedang dibaca. Interteks dalam hubungan ini juga berfungsi untuk menggugah khazanah budaya yang stagnasi, terlupakan, sehingga menjadi teks yang bermakna. Interteks menghadirkan masa lampau di tengah-tengah kondisi kontemporer pembaca.
Trace Abstraction, Construction, Reconstruction
Royer menjelaskan bahwa terdapat tiga konsep penting; abstraksi jejak; yakni mencakup penyimpanan jejak teks awal sebagai pengalaman sensorial. 2) Construction memungkinkan penggunaan pola pengetahuan seseorang untuk mengelola jejak. 3) rekonstruksi periwtiwa yang menjelaskan keadaan dimana seseorang menggunakan skema (kerangka, rancangan) pada masa sekarang untuk merekonstruksi teks yang telah ia baca sebelumnya.  Pandangan Rumelhart menitikberatkan bahwa rekonstruksi merupakan cara memahami makna sebuah teks yang disajikan
Inferencing & Spreading activation
1.    Lokasi juga bisa diperkaya dan dikembangkan dengan mental imajiner. Dengan mengikuti narasi kejadian dan deskripsi situasi dapat dibarengi dengan meramalkan pemandangan.
2.    Waktu juga dapat digunakan untuk menghubungkan kejadia secara bersamaan dalam pola yang berkelanjutan.

Pengembangan Teks dengan penjelasan lokasi, waktu, dan apersepsi
Satu teks dapat dilihat sebagai sebuah sistem  cybernatic dimana proses diarahkan ke kontinuitas. Kriteria dari tekstualitas pada dasarnya terletak pada hubungan dan akses diantara unsur-unsur dalam  sebuah level atau pada level yang berbeda. Di perspektif ini, prioritas utama adalah memahami dan mengingat konten teks.
Proses inferensi dan penyebaran telah dipelajari seperti mekanisme yang memperluas, memperbaharui, mengembangkan, atau melengkapi konten yang diekspresikan pada satu teks.
Apersepsi sering diciptakan dan bermula dari pengamatan atau oservasi. Dalam contoh-contoh yang dikemukakan, appersepsi banyak mengungkap sesuatu yang dilihat dan diamati. Maka itulah dikatakan bahwa apersepsi sama dengan melaporkan apa yang dilihat.
Terdapat beberapa modifikasi seperti cause, purpose, dan agency pada variasi konsep. Cause menguraikan sesuatu yang disebabkan oleh sesuatu. Purpose lebih kepada pemanfaatan atau penggunaan yang bertitik tolak dari tujuan semula. Sedangkan agency, lebih kepada tanggungjawab seseorang pada sesuatu. 
Kecenderungan sistematik dalam interaksi pengetahuan dunia yang tersimpan dan pengetahuan teks yang disajikan berdasarkan hasil dari berbagai teks.
a.    Pengetahuan teks yang disajikan dipertahankan untuk proses pemahaman dan recall jika cocok dengan pola-pola pengetahuan yang tersimpan.
b.    Pengetahuan teks yang disajikan dipertahankan jika dipasangkan dengan entri utama dari pola global yang diterapkan seperti kerangka, skema, rencana, atau naskah.
c.    Pengetahuan teks yang disajikan diubah untuk memberi kecocokan yang lebih baik dengan pola pengetahuan yang tersimpan.
d.    Elemen berbeda dari pengetahuan teks yang disajikan membuat bingung satu sama lain jika dihubungkan secara erat dalam pengetahuan yang tersimpan.
e.    Pengetahuan teks yang disajikan mengalami kerusakan dan tidak bisa diperbaiki jika ia dirancang secara kebetulan atau bisa berbeda dalam pengetahuan dunia.
f.     Penambahan, modifikasi dan perubahan yang yang disajikan melalui teknik aktivasi penyebaran atau penarikan kesimpulan menjadi hal yang tidak dapat dibedakan dengan  pengetahuan teks yang disajikan.


C. Penutup
Intertektualitas adalah peristiwa komunikasi berbagai teks. Teks bersifat terbuka dan merupakan bagian dari teks lainnya.  Intertekstualitas merupakan interaksi antara pengetahuan dunia yang tersimpan dan pengetahuan teks yang disajikan. Intertekstualitas merupakan salah satu syarat tercapainya tekstualitas. Intertekstualitas merupakan komponen penting yang juga terkait dengan komponen-komponen pembangun tekstualitas. Intertektualitas merupakan pertemuan berbagai dimensi sosial, sehingga memungkinkan perbedaan pemikiran, sudut pandang dan perspektif yang beragam. Kegiatan seperti membuat resume dan laporan merupakan praktik interteksualitas, dimana individu menghubungkan pengetahuan dunia yang tersimpan dan pengetahuan  teks yang disajikan. Berbagai mekanisme intertekstualitas berguna dalam pengembangan atau transformasi teks. Pemahaman intertekstualitas membawa teks pada tingkat kebermaknaan. 





DAFTAR PUSTAKA

Bakhtine, Mikhaïl. 1978. Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier. Paris : Gallimard.

Beaugrande et Wolfgang Dressler.1981. Introduction to Text Linguistics. New York: Published in the United States of America by Longman Inc.

Kristeva, Julia. Semiotike. Recherches pour une sémanalyse. Paris: Seuil, 1969. 

Riffaterre. Sémiotique de la poésie, Paris, Le Seuil, 1983.





1 komentar:

  1. subhanalloh.. bagus pak, boleh saya jadikan referensi ya..? saya juga sedang membaca buku Beaugrande tentang topik ini... sekali lagi terimakasih atas postingannya

    BalasHapus