Oleh: Etik
(Noreg. 7317150269), Niknik M. Kuntarto
(Noreg. 7317150078), Rosdiana (Noreg. 7317150083), Yusi Asnidar (Noreg. 7317150093)
A.
Pendahuluan
Teks didefinisikan Beaugrande dan Dressler (1981:3) communicative occurence which meets seven standards of textuality, yakni
peristiwa komunikatif yang memenuhi tujuh standar tekstualitas yakni; 1)
kohesi, 2) koherensi, 3) intensionalitas, 4) akseptabilitas, 5) informativitas,
6) situasionalitas dan 7) intertekstualitas.
Komunikasi merupakan posisi kunci kebermaknaan sebuah teks. Jika teks
tersebut tidak memenuhi standar tekstualitas, teks tersebut dikatakan “tidak
komunikatif”.
Istilah intertekstualitas yang dicetuskan oleh Julia Kristeva dikembangkan dari
konsep dialogisme yang dikemukakan
oleh Filusuf Rusia Mikhaïl
Bakhtine. Pendekatan intertekstual menekankan pengertian
bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada
kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan
atau kutipan. Semua ungkapan baik tertulis maupun lisan, dari semua teks
seperti laporan ilmiah, novel, dan berita dibedakan di antaranya oleh perubahan
dari pembicara (atau penulis), dan ditujukan dengan pembicara atau penulis
sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai dari komunikasi. Semua
pernyataan/ungkapan didasarkan oleh ungkapan yang lain, baik eksplisit maupun
implisit. Semua pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks
lain. Sekali lagi hal ini ditegaskan
Bakhtine (1929) dalam
pernyataannya; parler, c'est communiquer, et communiquer,
c'est interagir Berbicara adalah
berkomunikasi, dan berkomunikasi adalah berinteraksi
Masih berkaitan dengan dialogisme, Ia menyatakan bahwa centre nerveux de toute énonciation,de toute
expression, n'est pas intérieur, mais extérieur : il est situé dans le milieu
social qui entoure
l'individu›› (1977 : 134).pusat semua pengujaran dan
ekspresi bukan di dalam, tetapi di luar, yakni lingkungan yang melingkupi
individu. Hal ini menunjukkan bahwa ujaran seseorang bukanlah sebuah tindak
pribadi, melainkan sebuah aktivitas sosial yang ditentukan oleh semua komponen
hubungan dialogis. Dialog dalam makna sempit hanyalah nerupakan salah satu
bentuk interaksi verbal. Dialog dalam arti luas bukan hanya sebatas pertukaran
komunikasi dengan suara yang besar dan melibatkan individu-individu yang saling
berhadapan, tetapi meliputi semua pengujaran yang bermakna dan lengkap, yang
tidak hanya terdiri dari satu bagiaan komunikasi verbal yang terputus.
“ le dialogue, au sens étroit du terme, ne constitue,bien entendu,
qu'une des formes, des plus importantes il est vrai, de l'interaction verbale.
Maison peut comprendre le mot "dialogue" dans un sens élargi,
c'est-à-dire non seulement commel'échange à haute voix et impliquant des
individus placés face à face, mais tout échangeverbal, de quelque type qu'il
soit (...). Toute énonciation, quelque signifiante et complètequ'elle soit par
elle-même, ne constitue qu'une fraction d'un courant de communicationverbale
interrompu››(BAKHTINE
1977: 136).
Selanjutnya pemikiran tersebut dikembangkan
oleh Julia Kristeva (1977), yang ia namakan sebagai Intertekstualitas. Kristeva mengemukakan bahwa tiap
teks merupakan sebuah jalinan kutipan-kutipan, tiap teks merupakan
penyerapan dan transformasi dari teks-teks lain. Istilah intertekstualitas
secara umum dapat dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain yang
terjalin dari kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi teks terdahulu.
Dengan mengambil komponen-komponen teks yang sebagai bahan dasar untuk
penciptaan karyanya, maka si pengarang kemudian dapat memberikan warna sebagai
penyesuian dan penambahan-penambahan sehingga menjadi sebuah karya baru yang
utuh.
Berdasarkan berbagai pandangan mengenai intertektualitas
dalam kaitannya dengan wacana dan komunikasi, makalah ini membahas
Intertekstualitas yang disarikan dari Introductiion to Text Linguistics karya
Robert-Alain de Beaugrande dan Wolfgang Dressler (1981).
B. Intertekstualitas
Menurut
Beaugrande pengenalan istilah
intertekstualitas adalah untuk menggolongkan cara dimana produksi dan
penerimaan sebuah teks tergantung kepada pengetahuan si pembaca akan teks
lainnya atau sebelumnya. Prinsip ini berarti bahwa setiap teks akan
dibaca dengan latar belakang teks-teks lain; tidak ada sesuatu pun yang
sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak
dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan kerangka;
tidak dalam arti bahwa teks baru hanya meneladani teks lain dan mematuhi
kerangka yang telah diberikan lebih dulu, tetapi dalam arti bahwa dalam
penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan
yang penting.
Secara
luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
yang lain. Produksi makna terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses
oposisi, permutasi dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan
hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Teks-teks yang
dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre,
interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk
menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel
dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata
sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai
parody maupun negasi.
Pengetahuan akan teks sebelumnya dapat
diterapkan melalui proses yang disebut Mediasi (perubahan makna). Semakin besar
rentang waktu dan proses kejadian antara penggunaan teks yang sekarang dan
penggunaan teks sebelumnya, maka semakin besar mediasinya. Mediasi akan semakin
kecil ketika orang-orang meng-quote/merujuk kepada teks yang terkenal seperti
pidato yang terkenal atau karya sastra. Mediasi sangat kecil pada aktifitas
yang membalas, mengulas, melaporkan, menyimpulkan atau mengevaluasi teks lain
seperti yang kita temukan dalam percakapan. Contoh mediasi:
As long as you’re up, get me a Grant’s
1. Tipologi Teks
Pertanyaan mengenai tipe-tipe teks
memunculkan tantangan besar terhadap tipologi linguistik (yaitu sistemisasi dan
klasifikasi sampel bahasa). Pada ilmu linguistik terdahulu, tipologi di susun
berdasarkan pendekatan bunyi dan bentuk bahasa, sedangkan saat ini, digantikan
oleh tipologi dengan menggunakan pendekatan kalimat. Pendekatan lainnya adalah
tipologi dengan menggunakan pendekatan silang budaya terhadap bahasa yang
mempunyai bentuk yang sama. Semua pembagian tipologi ini dilakukan agar
berhubungan dengan sistem bahasa; sistem virtual (maya/abstrak) yang merupakan
potensi berbahasa mengenai semua pilihan-pilihan dan struktur yang belum
digunakan atau dituturkan, dan sebuah tipologi teks juga harus berhubungan
dengan sistem aktual (nyata) dimana pemilihan dan keputusan tuturan telah
dibuat. Menurut Beaugrande,
teks dipandang sebagai sebuah sistem yang merupakan rangkaian elemen yang
berfungsi secara bersama-sama, sedangkan bahasa adalah sebuah sistem abstrak
dari beberapa pilihan yang belum digunakan (kognitif), dan teks adalah sebuah
sistem actual (nyata) dimana pilihan-pilihan tadi telah diambil dari khazanah
bahasa di dalam otak dan telah digunakan dalam sebuah struktur (hubungan antara
elemen-elemen).
Siegfried J. Schmidt mengatakan ada dua cara
untuk mempelajari tipe teks. Yang pertama bisa dimulai dari definisi tipe teks
tradisional yaitu teks sebagai objek yang dapat diobservasi dan kemudian
barulah merekonstruksi teks tersebut berdasarkan teori teks yang
sesuai/konsisten atau bisa juga berangkat dari teori teks (yang mendasari teori
tipe teks) untuk kemudian dibandingkan dengan kenyataan di lapangan. Sebuah Tipologi
teks juga harus berhubungan dengan tipologi tindak tutur dan situasinya.
Beberapa jenis tipe teks tradisional dapat
didefinisikan secara fungsional yaitu berdasarkan fungsinya dalam interaksi
manusia, antara lain teks
deskriptif, teks naratif, teks argumentataif, teks sastra dan puisi, teks
ilmiah, dan teks didaktik.
a.
Teks
Deskriptif
Teks jenis ini adalah teks yang
digunakan untuk memperkaya pengetahuan dimana pusat controlnya (titik awal
dimana assessment dan proses dilakukan) adalah objek (konsep yang benar-benar
ada dengan identitas yang tetap dan konstitusi) atau situasi (bentuk/susunan
objek yang ditampilkan dalam keberadaaan konsep). Didalam teks jenis ini sering
terdapat attributes (kondisi karakteristik dari hal yang benar-benar ada),
states (kondisi sementara dari hal yang benar-benar ada), instances (anggota
sebuah kelas yang mewarisi semua sifat yang tidak dibatalkan di kelas tersebut)
dan spesifikasi (hubungan antara superclass dengan subclass, dengan pernyataan
sifat yang akan muncul kemudian). Permukaan teks harus merefleksikan sebuah
kerjasama modifiers (penentu sifat sebuah benda). Pola yang sering digunakan
adalah frame (pola umum yang berisikan pengetahuan umum mengenai beberapa
konsep tertentu). Frame menyatakan hal-hal yang saling terkait dalam sebuah
prinsip akan tetapi tidak menjelaskan kapan hal tersebut dilakukan atau
disebutkan.
b.
Teks
Naratif
Teks jenis ini adalah teks yang
digunakan untuk mengurut kegiatan dan kejadian dalam sebuah urutan. Di dalam
teks tersebut terdapat hubungan konseptual seperti cause (penyebab suatu
kejadian terjadi), reason (hubungan dimana sebuah kejadian terjadi sebagai
respon terhadap kejadian sebelumnya), purpose (kejadian atau situasi yang telah direncanakan sehingga
memungkinkan untuk dilakukan melalui kejadian sebelumnya),
enablement (membuat sebuah
kejadian berikutnya menjadi mungkin, akan tetapi bukan sebuah keharusan) dan
time proximity (waktu kejadian berlangsung). Permukaan teks harus merefleksikan
sebuah kerjasama subordinations (yang
saling ketergantungan). Pola yang sering digunakan adalah skema.Skema adalah
pola umum sebuah kejadian yang berurutan yang menghubungkan waktu kejadian dan
penyebabnya.
c.
Teks
Argumentatif
Teks jenis ini digunakan untuk
menunjukkan penerimaan atau evaluasi terhadap pengetahuan/informasi baik yang
dianggap benar atau salah dan dianggap positif atau negatif. Permukaan teksnya
sering menunjukkan alat-alat kohesif untuk penekanan seperti recurrence,
parallelism dan paraphrase. Pola yang paling umum digunakan adalah Plan (perencanaan).
Dalam kebanyakan teks, kita akan menemukan gabungan dari
fungsi deskriptif, naratif dan argumentative. Pada kasus seperti ini pembagian
tipe teks berdasarkan fungsi teks pada komunikasi.
d.
Teks
Sastra dan Teks Puisi
Teks sastra juga sering terdiri dari
bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Oleh karenanya diperlukan kriteria
lain untuk membedakannya. Teks sastra dan teks puisi adalah teks yang dunianya
berdiri pada sebuah prinsip hubungan alternativity terhadap versi yang dapat
diterima pada dunia nyata. Teks puisi merupakan bagian dari teks sastra
e.
Teks
Ilmiah
Teks ilmiah adalah teks yang bertujuan
untuk menjelajahi, memperluas atau mengklarifikasi pengetahuan sebuah
masyarakat mengenai “kenyataan” dengan menampilkan dan menguji bukti-bukti yang
diambil dari observasi dan dokumentasi.
f.
Teks
Didaktik
Teks didaktik adalah teks yang memberikan
pengetahuan tertentu kepada
si penerima teks yang bukan orang spesialis, sehingga dibutuhkan penyajian yang
lebih luas dan eksplisit dibandingkan teks ilmiah.
2. Allusion
Isu
berikutnya dalam intertekstualitas adalah allusion yaitu cara orang
menggunakan atau merujuk kepada teks yang dikenal. Pada prinsipnya seorang
penutur teks bisa saja bertutur berdasarkan teks sebelumnya baik terkenal
maupun tidak; akan tetapi pada prakteknya; teks yang sudah diketahui lebih
gampang dipahami oleh si penerima. Besarnya perbedaan waktu antara
dikeluarkannya teks asli dengan teks selanjutnya bisa bermacam-macam. Pada
tahun 1600, Christopher Marlowe menulis sebuah persembahan dengan judul “a
passionate shepherd to his love”, dengan bentuk seperti ini:
[148]
Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
That valleys, groves, hills and fields
Woods or steepy mountain yields
Pada tahun yang sama
Sir Walter Ralegh membalas puisi tersebut dengan judul “the nymph’s reply to
the shepherd”
[149]
If all the world and love were young
And truth in every shepherd’s tongue
These pretty pleasures might me move
To live with thee and be thy love
Ketika membuat puisi balasan
ini, Ralegh mempertahankan bentuk permukaan format (skema irama, ritma dan
jumlah stanza) dan ditambah beberapa ekspresi dari puisi asli milik Marlowe.
Tentunya dalam memahami teks ini, diharapkan si pembaca sudah mengetahui akan
teks sebelumnya. Sehingga teks yang kedua akan lebih bermakna. Pada tahun 1612,
John Donne meminjam skema umum milik Marlowe untuk membuat puisi mengenai
seorang nelayan
[150] Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
Of golden sands and crystal brooks
With silken lines and silver hooks
Walaupun mediasi
antara teks milik Marlowe dengan Donne cukup besar, intertekstualnya masih
sangat terlihat. Walaupun isinya tidak sama, akan tetapi kedua bait pertama
menunjukkan bahwa puisi tersebut merujuk kepada puisi sebelumnya. Pada tahun
1935, Cecil day Lewis menulis sebuah versi ironis mengenai pekerja yang tidak
terampil dengan menggunakan bentuk yang hampir sama dengan Marlowe
[151]
Come live with me and be my love
And we will all the pleasures prove
Of peace and plenty, bed and board
That chance employment may afford
I’ll handle dainties on the docks
And thou shalt read of summer frocks
At evening by the sour canals
We’ll hope to hear some madrigals.
Puisi terakhir ini
merupakan sindiran bagi kedua puisi tanggapan diatas (Ralegh dan Cecil) dimana
kedua pengarang puisi tersebut mengejek isi dari puisi Marlowe dan bukan
mengkritisi cara pemilihan dan komunikasi Marlowe terhadap topik puisinya.
Dalam percakapan, Intertekstualitas
berusaha mempertahankan mediasi sedikit mungkin. Pada bab sebelumnya, Beugrande
memaparkan beberapa cara pengaturan percakapan yang muncul dari intensionalitas
dan situasionalitas. Memang tidak ada dari kedua faktor ini bisa menjelaskan
semua hal, akan tetapi sebuah teks haruslah relevan terhadap teks lainnya dalam
wacana yang sama dan tidak hanya relevan terhadap keinginan kedua peserta dan seting situasionalitasnya. Topik
harus dipilih, dikembangkan dan ditukar. Teks dapat digunakan untuk memonitor
teks lainnya atau peran dan kepercayaan yang disebarkan oleh teks tersebut.
Sebuah topik percakapan harus
melebur dari konsep dan relasi yang terdapat di dalam dunia teks. Untuk
menentukan pendapat mengenai sebuah topik, partisipan ada baiknya
mempertimbangkan informatifitas yang terkandung didalamnya. Aspek yang paling
tepat untuk dikembangkan dalam sebuah topic adalah yang mengandung permasalahan
dan variables (yaitu hal-hal yang belum diterapkan karena mengalami kendala dan
berubah-ubah). Hal ini seperti yang disampaikan dalam Maxim oleh Grice,
“Capailah aspek tersebut dalam topik yang ditampilkan yang kamu anggap
problematik dan bervariable”. Beaugrande
mengilustrasikan penerapan maxim ini pada “small talk”, dimana seorang
partisipan bereaksi terhadap sebuah kejadian atau situasi yang diekspresikan
sebagai sebuah topik. Contoh:
[153] Sammy : When’s he coming to see his chair?
Dave :
Who, Shelby? (Agent-of)
[154] Phoebe :
They want us to go out there, and for Archic to manage the
Hotel in Ottawa…
Jean :
When did they write this to you (time-of)
[155] Martin :
……. “She entered heaven the moments she died. “So I asked
him, “How do you know that?” (Cognition of)
[156] Jimmy :
Going out?
Alison : That’s right
Jimmy : On a Sunday evening in
this town? Where on earth are you
going? (location of)
[157] Helena :
She’s going to church
Jimmy : You’re doing what?
Have you gone out of your mind or
something? (reason of)
Variabel ditunjukkan pada no 153 dan 154
yaitu berupa rujukan yang sudah dimengerti oleh kedua partisipan akan tetapi si
penutur harus memberikan petunjuk agar maksudnya dapat ditangkap oleh si
penerima, agent-of menjadi kohesi dalam percakapan ini, dan time-of
adalah variabel dalam koherensi karena beberapa kejadian atau situasi terjadi
pada saat yang jelas/tepat. Permasalahan muncul pada 3, 4 dan 5. Sungguh sulit
untuk mengharapkan orang-orang mengetahui akan
sampainya seseorang ke surga 155. Di
sebuah kota kecil pada minggu malam, sulit juga mengira-ngira kemana seseorang
akan pergi 156.
Seorang atheis tentunya tidak dapat menemukan alasan kenapa istrinya sampai
pergi ke gereja 157.
Oleh karenanya pada setiap kasus, aspek permasalahan seperti – pergi ke surga,
pergi pada minggu malam, dan pergi ke gereja – dapat ditangkap melalui
pertanyaan berikutnya dari si lawan bicara.
3.
Monitoring
Teks seringkali mengandung
permasalahan yang melekat pada saat dituturkan. Hal ini dapat terjadi jika
partisipan menyalahi sebuah aturan atau ide dan gagasan mereka yang tidak
sesuai dengan situasi di sekitarnya.
Jika ini terjadi maka si lawan tutur /partisipan
lainnya dapat mengambil peran sebagai monitor agar tidak muncul permasalahan
dalam percakapan. Berikut adalah beberapa contoh monitoring yang sering terjadi
dalam percakapan:
Monitoring dilakukan ketika konvensi sosial dilanggar:
[158]
Gus: One bottle of milk! Half a
pint! Express Dairy!
Ben:
You shouldn’t shout like that.
Gus:
Why not?
Ben:
It isn’t done.
Monitoring
juga dapat dilakukan ketika
partisipan tidak fokus terhadap pembicaraan:
[159]
Catherine: During vacation, I do
think Leonora ought to take a look at reality. ‘/
Are you listening, Charlie?
Charlie:
Yes, Catherine.
Catherine:
what was I saying?
Charlie:
Leonora ought to take a look at reality.
Pada
[159], seorang partisipan yang kurang memperhatikan diharuskan untuk mengulang
elemen atau pola (recurrence) dari teks yang diterima sebelumnya untuk
menunjukkan bahwa dia memperhatikan.
Monitoring juga akan terjadi jika
motivasi terhadap teks yang dituturkan kurang tampak/jelas:
[160]
Hans: I’m losing a son; mark: a
son
Lucas:
How can you say that?
Hans:
How can I say it? I do say it, that’s how.
Monitoring seperti ini lebih menekankan kepada teks
permukaan daripada isinya.
Dan
yang terakhir, monitoring dapat diarahkan kepada “gaya” ketika teks dituturkan
daripada isinya:
[161]
Fay: I have had nothing but
heartache ever since. I am sorry for my dreadful
crime.
Truscott:
Very good. Your style is simple and direct. It’s a theme which less skillfully
handled could’ve given offence.
Keadaan
partisipan dapat menjadi
objek monitoring, berdasarkan bukti tuturannya:
[162] Daphne: Get out of my life Charlie…
Leonore:
Daphne, I know you’re in difficulties, but I think you’re most
unpleasant.
Pernyataan
si partisipan juga bisa dimonitor jika tidak sesuai dengan wacana:
[163]
Esther: So where’s the ideals gone
all of a sudden?
Cissie:
Esther, you’re a stall-owner, you don’t understand these things.
Monitoring
juga dapat berupa
komentar pada kondisi yang menghalangi kemampuan komunikatif partisipan:
[164] Hans: You don’t know what you’re
talking about. You’ve not had enough wine,
that’s
your trouble…
Martin:
You’re drinking too much wine –
Maksud
si partisipan dapat dimonitor jika sebuah teks tidak memiliki rencana atau tujuan:
[165] Hal: If, as you claim, your wife is a
woman, you certainly need a larger income.
Truscott:
Where is this Jesuitical twittering leading us?
Hal:
I am about to suggest bribery.
Apabila tujuan
percakapan terlihat menyimpang,
maka monitoring dapat dilakukan sebagai penolakan:
[166] Staupitz: It serves very nicely as
protection for you
Martin:
What protection?
Staupitz:
You know perfectly well what I mean, Brother Martin, so don’t pretend
to
be innocent.
Seorang
partisipan yang mengeluarkan tuturan ambigu, akan menghasilkan
respon monitoring dari
partisipan lainnya:
[167] Pauline: Pamela’s a bit special too,
isn’t she?
Edith:
How do you mean?
Pauline:
Well, she’s not a raving beauty exactly but she’s not ugly but you don’t
know
what to do with her.
Pada percakapan [167] pernyataan Pauline sebagian kurang jelas dalam topik
“Pamela”, hal ini dikarenakan dia
mengalami kesulitan dalam menentukan skala “cantik-jelek”.
Monitoring dapat dilakukan juga untuk
menegaskan maksud seseorang pada teks sebelumnya:
[168] Catherine:
You said that Leonora was putting on an act.
Charlie:
I didn’t mean it
Catherine:
It’s a strange admission for a prospective professor of economics to say that
he said what he didn’t mean.
Charlie:
I was not a lecture platform. One is entitled to say what one doesn’t mean
in one’s own home.
Keyakinan dan pengetahuan sebelumnya oleh si partisipan
dapat dimonitor jika teks yang ditampilkan mensyaratkan akan adanya
perselisihan:
[169] Martin: Father, why do you hate me
being here?
Hans:
Eh? What do you mean? I don’t hate you being here
Seseorang
dapat juga secara eksplisit melaporkan bahwa ada kesalahan:
[170] Fay: I’m innocent till I’m proved
guilty. This is a free country. The law
is impartial.
Truscot:
Who’s been filling your head with that rubbish?
Seseorang
menolak untuk mengkonfirmasi permintaan seseorang terhadap sebuah kepercayaan
atau informasi:
[171] McLeavy: Is the world mad? Tell me it’s
not
Truscott:
I’m not paid to quarrel with accepted facts.
Seseorang
juga dapat menyangkal informasi tanpa ikut terlibat dalam kenyataan:
[172] Sarah: What do they want to hold two
meetings for?
Harry:
Well, why shouldn’t they hold two meetings?
Sarah:
What, you think they should hold two meetings?
Harry:
It’s not what I think.
Ketidakpercayaan
seseorang terhadap sesuatu/kejadian dan situasi:
[173]
Mcleavy: Is it likely they’d fit eyes to sewing machine? Does that
convince you?
Truscott: Nothing ever convinces me. I
choose the least unlikely explanation and file it in our records
Seseorang
juga dapat menunjukkan penerimaannya terhadap tuturan orang lain yang tidak sesuai dengan
kondisinya:
[174]
McLEavy: How does the water board go about making arrest?
Truscott: You must have realized by now,
sir that I am not from the water board.
Petikan-petikan
dialog di atas mengilustrasikan
bagaimana tekstualitas dapat dipertahankan
dalam wacana terlepas dari permasalahan dan gangguan yang ada seperti ketidaksesuaian isi teks dengan rules,
intentions dan belief yang dipahami kedua partisipan dan
beberapa maxim Grice
yang dilanggar.
Ada
beberapa persamaan antara monitoring situasi dan pemecahan masalah; dengan
membuat beberapa objek atau kejadian topik teks yang tidak terduga, partisipan
dapat memadukan ke dalam versi dunia nyata yang dipakai atau setidaknya
mempertahankan versi tersebut dan penolakan yang jelas.
Rachael
Reichman berpendapat bahwa koherensi pada percakapan tidak perlu terlalu jelas
terutama mengenai konsep yang terdapat dalam komponen teksnya. Ia menjelaskan bahwa koherensi juga dapat terlihat dari Illustrative
relation , Generalization relation, Subissue relation,
dan Joining
relation. Hubungan ilustratif terlihat jika sebuah isu umum diikuti oleh beberapa
contoh khusus dari pengalaman si partisipan sendiri, sedangkan Generalization relationmengacu pada sebuah kejadian atau situasi khusus yang
kemudian diikuti dengan merujuk kepada isu umum. Subissue relation terjadi ketika ada kombinasi dimana
sebuah kejadian atau situasi menggambarkan beberapa isu pada saat yang
bersamaan dan Joining relation
terjadi ketika sebuah isu digambarkan oleh beberapa kejadian atau situasi.
Konsep dan Mekanisme Intertekstualitas
Text world dan Discourse world model
Prinsip
intertekstualitas yang utama adalah memahami dan memberikan makna karya yang
bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, respon, penyerapan atau
transformasi dari karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar
pengaruh, ambilan atau jiplakan dalam kontrasnya dengan hipogramnya akan tetapi
lebih kepada pemerolehan makna sebuah karya secara penuh, baik berupa teks
fiksi maupun puisi.
Sebuah
studi dilakukan kepada 72 orang untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis dengan tuturan yang diproduksinya. Ke 72 orang tersebut
diberikan teks mengenai sebuah roket dan diminta untuk menuliskan kembali teks
yang telah diberikan. Ternyata antara teks yang didapat pertama dengan teks
yang kemudian mereka produksi terdapat banyak sekali tambahan dan perbedaan
pemilihan kata dalam memproduksi ulang teks tersebut. Yang lebih menarik adalah,
ke 72 peserta bercerita dengan cara yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ini
menunjukkan intertekstualitas juga sangat berhubungan dengan pengetahuan dan
pengalaman seseorang sebelumnya. Berikut adalah salah satu contoh ilustrasi
teks yang baru (skema 2) yang dibuat secara interteks
dengan teks sebelumnya (skema 1)
Skema 1.
Skema 2
Dalam
pandangan dari pertimbangan ini, gagasan tentang ‘model teks dunia’ yang
dikembangkan pada bab V mungkin akan dikembangkan dengan baik pada nosi model
dunia wacana.
Pembuatan
laporan dan rangkuman teks yang dibaca sesorang merepresentasikan ranah pentng
lain dari intertekstualitas dan dapat berfungsi untuk menyimpulkan pembahasan
kita di sini.
Skema
dapat berisi kemajuan kejadian dan keadaan yang berurutan.
Proses
pemahaman dilakukan identik dengan proses penyeleksian dan verifikasi kemata
konseptual untuk mencatat situasi atau teks yang difahami.
Hubungan interteks tidak sesederhana
seperti yang dibayangkan. Kompleksitas hubungan dengan sendirinya tergantung
dari kompetensi pembaca, yaitu makin kaya pemahaman seseorang pembaca maka
makin kaya pula hubungan-hubungan yang dihasilkan. Dalam aktifitas pembacaan
dengan demikian akan terdapat banyak hipogram, yang berbeda-beda sesuai dengan
kompleksitas aktifitas pembacaan terdahulu. Hipogram juga merupakan landasan
untuk menciptakan karya-karya yang baru, baik dengan cara menerima maupun
menolkanya. Oleh karena itulah, membaca karya yang hanya terdiri atas beberapa
halaman saja, maka ada kemungkinan akan menghasilkan analisis yang melebihi
jumlah halaman yang dianalisis. Atas dasar pemahaman bahwa semua teks adalah
interteks, maka timbul pertanyaan, dimanakah letak orisinalitas sebuah teks?
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menjelaskan, disatu pihak kemampuan
mengadakan interteks adalah salah satu bentuk orisinalitas, artinya kemampuan
tersebut tidak dimiliki oleh setiap orang. Di pihak yang lain, yang dimaksudkan
dengan interteks bukan dalam pengertian persamaan sebagaimana dipahami
sebelumnya. Interteks adalah ruang metodologis dimana pembaca mampu mengadakan
asosiasi bebas terhadap pengalaman pembacaan terdahulu yang memungkinkan untuk
memberikan kekayaan bagi teks yang sedang dibaca. Interteks dalam hubungan ini
juga berfungsi untuk menggugah
khazanah budaya
yang stagnasi, terlupakan, sehingga menjadi teks yang bermakna. Interteks
menghadirkan masa lampau di tengah-tengah kondisi kontemporer pembaca.
Trace Abstraction, Construction,
Reconstruction
Royer menjelaskan bahwa terdapat tiga konsep penting;
abstraksi jejak; yakni mencakup penyimpanan jejak teks awal sebagai pengalaman
sensorial. 2) Construction memungkinkan penggunaan pola pengetahuan seseorang
untuk mengelola jejak. 3) rekonstruksi periwtiwa yang menjelaskan keadaan
dimana seseorang menggunakan skema (kerangka, rancangan) pada masa sekarang
untuk merekonstruksi teks yang telah ia baca sebelumnya. Pandangan Rumelhart menitikberatkan bahwa
rekonstruksi merupakan cara memahami makna sebuah teks yang disajikan
Inferencing & Spreading activation
1. Lokasi
juga bisa diperkaya dan dikembangkan dengan mental imajiner. Dengan mengikuti
narasi kejadian dan deskripsi situasi dapat dibarengi dengan meramalkan
pemandangan.
2. Waktu
juga dapat digunakan untuk menghubungkan kejadia secara bersamaan dalam pola
yang berkelanjutan.
Pengembangan
Teks dengan penjelasan lokasi, waktu, dan apersepsi
Satu teks dapat
dilihat sebagai sebuah sistem cybernatic dimana proses diarahkan ke kontinuitas. Kriteria dari tekstualitas
pada dasarnya terletak pada hubungan dan akses diantara unsur-unsur dalam sebuah level atau pada level yang berbeda. Di
perspektif ini, prioritas utama adalah memahami dan mengingat konten teks.
Proses inferensi dan
penyebaran telah dipelajari seperti mekanisme yang memperluas, memperbaharui,
mengembangkan, atau melengkapi konten yang diekspresikan pada satu teks.
Apersepsi sering diciptakan dan bermula dari pengamatan
atau oservasi. Dalam contoh-contoh yang dikemukakan, appersepsi banyak
mengungkap sesuatu yang dilihat dan diamati. Maka itulah dikatakan bahwa
apersepsi sama dengan melaporkan apa yang dilihat.
Terdapat beberapa modifikasi seperti cause, purpose, dan
agency pada variasi konsep. Cause menguraikan sesuatu yang
disebabkan oleh sesuatu. Purpose lebih kepada pemanfaatan atau
penggunaan yang bertitik tolak dari tujuan semula. Sedangkan agency,
lebih kepada tanggungjawab seseorang pada sesuatu.
Kecenderungan sistematik dalam interaksi
pengetahuan dunia yang tersimpan dan
pengetahuan teks yang disajikan berdasarkan hasil dari berbagai teks.
a.
Pengetahuan teks yang disajikan dipertahankan untuk proses pemahaman dan recall
jika cocok dengan pola-pola pengetahuan yang tersimpan.
b.
Pengetahuan teks yang disajikan dipertahankan jika dipasangkan
dengan entri utama dari pola global yang diterapkan seperti kerangka, skema,
rencana, atau naskah.
c.
Pengetahuan teks yang disajikan diubah untuk memberi kecocokan yang
lebih baik dengan pola pengetahuan yang tersimpan.
d.
Elemen berbeda dari pengetahuan teks yang disajikan membuat bingung satu sama
lain jika dihubungkan secara erat dalam pengetahuan yang tersimpan.
e.
Pengetahuan teks yang disajikan mengalami kerusakan dan
tidak bisa diperbaiki jika ia dirancang secara kebetulan atau bisa berbeda dalam pengetahuan dunia.
f.
Penambahan,
modifikasi dan perubahan yang yang disajikan melalui teknik aktivasi penyebaran
atau penarikan kesimpulan menjadi hal yang tidak dapat dibedakan dengan pengetahuan teks yang disajikan.
C.
Penutup
Intertektualitas adalah peristiwa komunikasi berbagai
teks. Teks bersifat terbuka dan merupakan bagian dari teks lainnya. Intertekstualitas merupakan interaksi antara
pengetahuan dunia yang tersimpan dan pengetahuan teks yang disajikan.
Intertekstualitas merupakan salah satu syarat tercapainya tekstualitas. Intertekstualitas
merupakan komponen penting yang juga terkait dengan komponen-komponen pembangun
tekstualitas. Intertektualitas merupakan pertemuan berbagai dimensi sosial,
sehingga memungkinkan perbedaan pemikiran, sudut pandang dan perspektif yang
beragam. Kegiatan seperti membuat resume dan laporan merupakan praktik
interteksualitas, dimana individu menghubungkan pengetahuan dunia yang
tersimpan dan pengetahuan teks yang
disajikan. Berbagai mekanisme intertekstualitas berguna dalam pengembangan atau
transformasi teks. Pemahaman intertekstualitas membawa teks pada tingkat
kebermaknaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtine, Mikhaïl. 1978. Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier.
Paris : Gallimard.
Beaugrande et Wolfgang Dressler.1981.
Introduction to Text Linguistics. New
York: Published in the United States of America by Longman Inc.
Kristeva, Julia. Semiotike. Recherches pour une
sémanalyse. Paris: Seuil, 1969.
Riffaterre. Sémiotique
de la poésie, Paris, Le Seuil, 1983.
subhanalloh.. bagus pak, boleh saya jadikan referensi ya..? saya juga sedang membaca buku Beaugrande tentang topik ini... sekali lagi terimakasih atas postingannya
BalasHapus