Analisis Ujaran
Struktur Dalam dan Struktur Luar
pada Anak Usia 5
Tahun
==============================================================
Bejo Sutrisno (7317150069)
bjs_sutrisno@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian
ini difokuskan pada kajian pemrosesan-kalimat tentang struktur luar dan
struktur dalam bagaimana anak usia lima tahun dapat menguraikan struktur
kalimat dengan tepat. Satu fitur yang jelas dari proses ini adalah kecepatan yang
biasa dilakukan. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif yaitu mendiskripsikan ujaran anak usia lima
tahun. Analisis data dilakukan dengan cara Reduksi data, Penyajian Data yang
selanjutnya mendeskripsikan data dan Verifikasi penarikan kesimpulan. Peneliti
adalah sebagai Instrumen utama, dan instrumen pendukung adalah tabel yaitu
tabel Klasifikasi struktur luar dan
struktur dalam. Hasil dari penelitian kecil ini adalah siswa lima tahun dapat
memproduksi ujaran yang structural baik dari struktur luar maupun struktur
dalam.
Kata Kunci: Struktur luar, struktur
dalam, pemrosesa kalimat
A.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Orang pada umumnya tidak
merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa
rumitnya. Pemakaian bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh
siapapun dan seorang bayi akan tumbuh bersamaan dengan
pertumbuhan bahasanya. Dari umur satu sampai dengan satu setengah tahun seorang
bayi mulai mengeluarkan bentuk-bentuk bahasa yang telah dapat kita
identifikaskan sebagai kata. Ujaran satu kata ini tumbuh menjadi ujaran dua
kata dan akhirnya menjadi kalimat yang komplek menjelang umur empat atau lima
tahun.
Bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya
ada pada manusia, dan hamper tidak terjadi pada makhluk hidup lain selain
manusia yang digunakan sebagai alat interaksi satu dengan yang lainnya melalui
komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut dapat terjadi baik secara
verbal maupun nonverbal yang melalui tulisan, symbol, tanda-tanda lainnya.
Bahasa tersebut tidak terjadi begitu saja namun melalui suatu tahapan dalam
proses pembentukkan bahasa yang cukup komplek melalui suatu proses dalam
berbahasa. Proses berbahasa tersebut dapat dilalui melalui suatu adaptasi
melalui lingkungannya, pikiran dan bahkan emosi.
Secara bertahap sampai menginjak dewasa pemakaian bahasa
mengalami peningkatan yang seolah-olah tanpa berpikir ketika berbicara. Begitu ingin mengungkapkan sesuatu, pada saat itulah keluar bunyi-bunyi yang disebut bahasa. Namun, jika
kita renungkan pemakaian bahasa itu merupakan cerminan dari kemampuan yang
hanya manusialah yang dapat melakukannya. Sesungguhnya setiap anak akan mengalami perubahan berbahasa yang
berbeda-beda. Hal ini sangat menarik untuk diteliti tentang bentuk dan fitur
apa saja yang sudah dimiliki atau dikuasai oleh anak-anak apakah sari usia 1
tahun, 2 tahun atau bahkan ketiaka anak tersebut memasuki usia TK yaitu 5
tahun. Di sini penulis ingin menganalisis sejauh mana anak usia tujuh tahun
menggunakan bahasanya yang ditinjau dari struktur dalam dan struktur luar.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitin kecil ini adalah untuk menemukan unsur struktur luar dan
struktur dalam yang ditemukan pada anak usia 5 tahun.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat
yang didapt dari penelitian ini adalah sebgai berikut:
1) Secara
teoritis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu
pegetahuan yang berkaitan dengan psikolinguitik khususnya pada ranah
pemerolehan bahasa anak usia lima tahun.
2) Secara
praktis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan pemahaman bagi para
pembaca atau mahasiswa tentang cara-cara menganalisis proses ujaran ditinjau
dari struktur dalam dan struktur luar.
4. Tinjauan Pustaka
Beberapa
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1) “Pemerolehan
Bahasa pada Anak Usia 3 Tahun ditinjau dari Sudut Pandang Morfosintaksis”. Oleh
Adiprana Yogatama pada http://jurnal.unimus.ac.id.
Pada jurnal ini ditemukan bahwa ada hubungan yang dekat antara struktur
kata-kata dan struktur kalimat yang diproduksi oleh anak usia 3 tahun.
2) “Pemerolehan Bahasa Indonesia pada Anak Usia Dini di Desa Beraban,
Kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan ”. Penelitian bersama oleh: kdk. Ary Kunti
Putri, I Wayan Rasna dan I Nengah Suandi., dari Program Studi Pendidikan Bahasa,
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. Pada
penelitian ini ditemukan bahwa (1) anak usia dua tahun dalam pemerolehan
morfologi belum memperoleh kata yang mendapatkan proses afiksasi serta muncul
morfem yang tidak utuh sedangkan pada anak yang berusia 3 – 4 tahun sudah
muncul morfem yang utuh dan prefiks {meN-} dan usia 5 tahun lebih banyak muncul
pemerolehan afiksasi. (2) Pada tataran sintaksis, anak yang berusia 2-3 tahun
hanya memperoleh ujaran dua kata, sedangkan anak yang berumur 4-5 tahun sudah memperoleh ujaran telegrafis (3)
Pada tataran semantik hampir semua ujaran anak mengandung makna denotatif, hanya
ada dua kalimat yang muncul dengan makna konotatif. Berdasarkan temuan tersebut
dapat disimpulkan, bahwa anak-anak usia dini di desa Beraban Kecamatan Kediri,
Tabanan, memperoleh fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik secara bertahap
yang sesuai dengan usianya dan mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks.
5. Kerangka Teori
5.1
Pemerolehan
Bahasa
Kematangan kognisi adalah salah satu penentu kecepatan
dan keber-hasilan pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang
berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa
pertama-nya. Ada dua proses yang terjadi berkaitan dengan pemerolehan, yaitu proses kompetensi
dan proses performansi. Kompetensi merupakan proses
penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses
kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi dimana
performansi itu sendiri terdiri atas dua bagian yakni proses pemahaman dan
proses penerbitan atau produksi kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan proses produksi
mengandung pengertian kemampuan mengeluarkan atau menghasilkan kalimat-kalimat
sen-diri. Kedua jenis proses kompetensi ini apabila dikuasai oleh anak-anak
akan meenjadi kemampuan linguistik anak-anak itu sendiri. Jadi, kemampuan
linguistik terdiri atas kemampuan me-mahami dan kemampuan melahirkan atau
memproduksi kalimat-kalimat baru.
Menurut Simanjuntak (1987:157) bahwa pemerolehan bahasa
terjadi secara alamiah pada masa kanak-kanak. Simanjuntak menjelaskan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan proses yang terjadi dalam otak kanak-kanak (bayi)
sewaktu memperoleh bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa melibatkan bahasa
pertama, yang berbeda dengan pembelajaran bahasa yang melibatkan bahasa kedua atau
bahasa asing. Sementara menurut Chaer (2003:167) bahwa pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
5.2
Produksi
Ujaran
Menurut Arifudin (2010:174) bahwa produksi bahasa
merupakan kebalikan dari pemahaman bahasa, walaupun mekanisme terjadinya kedua
proses tersebut tidak terlalu berbeda. Produksi bahasa memerlukan memori
episodik dan memori semantis, ter-utama ketika seseorang ingin mem-produksi
ujaran berdasarkan pengalam-an yang tertanam dalam memori. Seorang individu
dapat memunculkan atau menghasilkan kembali ujaran tersebut apabila ia telah
menyimpan kata-kata itu dalam memorinya. Tentunya kata-kata yang tersimpan itu
secara umum merupakan kata-kata yang sudah dipahami oleh penuturnya. Oleh karena
itu, produksi bahasa erat kaitannya dengan pema-haman bahasa. Dikatakan bahwa
produksi bahasa adalah cermin balik dari pemahaman seorang individu mengenai
imput bahasa yang dialami sebelumnya. Menurut Skinner, produksi bahasa yang
melibatkan berbagai respon atau perilaku verbal merupakan akibat dari berbagai
sebab dimana perilaku verbal tersebut ditentukan oleh kisah penguatan verbal
sebelumnya dan situasi pada saat itu.
Sementara itu menurut Meyer dalam Dardjowidjoyo (2003)
bahwa Produksi ujaran memiliki empat tingkatan:
1)
Tingkat
pesan yaitu pemrosesan pesan yang akan disampaikan
2)
Tingkat
funsional yaitu pemilihan bentuk leksikal yang dilanjutkan dengan pemberian peran dan fungsi sintaktik
3)
Tingkat
posisional yaitu pembentukan konstituen dan pemberian afiksasi
4)
Tingkat
fonologi yaitu realisasi struktur fonologi ujaran.
Berdasarkan
tingakatan produksi ujaran diatas dapat disimpulkan bahwa anak-anak khususnya
usia dini akan mengalami tahapan perkembangan dalam ujarannya baik dari segi
fonologi ujaran yaitu bagaimana anak itu mengucapkan fonem-fonemnya dengan
tepat. Setelah itu bagaimana anak-anak usia dini bisa memroduksi ujarannya
dapat membentuk afiksasi yang kemudain dirangkai menjadi suatu kata, frase, dan
kalimat sehingga dapat membentuk pesan yang akan disampaikan. Namun demikian
masing-masing anak mengalami perubahan produksi ujaran yang berbeda-beda
terkandung perkembangannya baik perkembangan dari segi kognisi kemampuan dalam
memproduksi ujaran maupun factor-faktor lainnya seperti lingkungan dan
keluarga.
5.3
Perkembangan
Bahasa Anak
Sudah
banyak peneliti yang telah melakukan perkembangan bahasa anak dari usia 0
sampai usia 5 tahun seperti yang dilakukan oleh Soenjono Dardjowidjojo (2000) yang
melakukan peneltian terhadap bahasan cucunya ‘Echa’ yang ditulis dalam bukunya ‘Echa
Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia’. Dari melakukan penelitian tersebut tentunya tidak terlepas dari
pandangan, hipotesis atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Tidak
dipungkiri bahwa dalam penelitian tersebut selalu ada perbedaan pandangan
terhadap perkembangan bahasa anak. Dua
pandangan yang kontroversial hingga saat ini yaitu pandangan nativisme
yang mengatakan bahwa penguasaan bahasa pada
anak-anak bersifat alamiah (nature),
dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada
anak-anak bersifat suapan (nurture).
Pandangan ketiga muncul di Eropa yaitu kognitivisme yang berpendapat
bahwa penguassan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif.
Menurut Piaget dan Vygotsky
dalam Tarigan (1988), tahap-tahap perkembangan bahasa anak adalah sebagai
berikut:
a.
Tahap
Meraban Pertama (0.0 – 0.5)
Dalam
tahap-tahap awal kehidupan ini, bayi-bayi menangis, mendekut,
mendenguk, menjerit, dan tertawa. Pembagian kelompok usia ini bersifat umum dan
tidak berlaku sama pada setiap anak. Perkembangan anak pada tahap meraban atau
pralinguistik ini yaitu anak sudah bisa berkomunikasi walau hanya dengan cara
menoleh, menangis atau tersenyum. Dengan demikian antara orang tua dengan anak
sudah tercipta proses komunikasi dengan baik sebelum anak dapat berbicara. Pemahaman
merupakan elemen bahasa yang dikuasai terlebih dahulu sebelum sang anak bisa
memproduksi sesuatu yang bermakna.
Tahap Meraban Kedua (0.5 – 1.0)
Tahap
ini biasanya disebut dengan tahap kata omong kosong, tahap kata tanpa makna
atau mengoceh (babbling). Di sini perkembangan kemampuan
berbahasa anak semakin meningkat. Pada tahap mengoceh ini bayi kadangkala
mengeluarkan variasi bunyi yang semakin bertambah dan semakin kompleks
kombinasinya. Misalnya; si anak sudah dapat mengkombinasikan konsonan dengan
vokal, ma-ma-ma, pa-pa-pa, da-da-da. Ocehan ini tidak me-miliki makna, dan
kemungkinannya tidak digunakan lagi pada saat si anak sudah dapat berbicara
(mengucapkan kata atau kalimat). Ocehan ini akan semakin bertambah sehingga
anak mampu memproduksi perkataan per-tama atau priode satu kata, yang muncul
sekitar usia 1 tahun.
Tahap Linguistik (1.0 – 2.0)
Pada
tahap ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa yang menyerupai bahasa orang
dewasa, Para ahli psiko-linguistik membagi tahap ini ke dalam lima tahapan,
yaitu:
1)
Tahap Linguistik I
Dalam tahap ini anak mulai
mengucapkan satu kata. Periode ini juga disebut periode holofrase/holofrastik
karena seorang anak hanya mengucap-kan satu kata dari makna untuk kese-luruhan
frase atau kalimat yang di-ucapkannya. Misalnya, kata “tu” untuk “itu”, “num”
untuk “minum”, “ga” untuk “tiga”, “pi” untuk “pipi”, “aju” untuk “baju”. Pada
tahap ini anak mengalami kesulitan mengucapkan bunyi tertentu seperi t, b, dan
m. Tahap holofrase ini biasanya dialami oleh anak normal yang berusia 1-2
tahun.
2) Tahap Linguistik II
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa anak-anak telah memahami lebih dahulu
kalimat-kalimat sebelum mereka dapat mengucapkan satu kata. Anak memasuki tahap
ini dengan pertama kali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat
meskipun peng-ucapannya belum sempurna betul, misalnya: “balonku ada lima” diucap-kan
“balonku ada mma”, “karet gelang” diucapkan “ajet elang”, “minum susu”
diucapkan “ mnum cucu”.
3) Tahap Linguistik III
Pada
tahap ini ada perbedaan diantara anak yang satu dengan yang lainnya dalam
menjalaninya. Sebagian anak memasuki tahap ini pada usia baru 2.0 tahun
meskipun tahap ini dimulai nanti sekitar usia 2.6 tahun, akan tetapi ada juga
anak yang lambat yaitu ketika anak berumur 3.0 tahun. Sebenarnya perkembangan
bahasa dalam periode ini yang dialami oleh anak-anak ber-umur antara 2.5 sampai
5 tahun.
4) Tahap Linguistik IV
Pada
tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memproduksi kalimat yang beragam,
misalnya kalimat tanya, kalimat berita/pernyataan. Ke-munculan variasi kalimat
di atas menandakan adanya peningkatan ke-mampuan kebahasaan anak. Meskipun
anak-anak sudah dianggap mampu menyusun kalimat kompleks, tetapi mereka masih
membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan yang dimaksud biasanya dalam hal
menyusun kalimat, pemilihan kata atau pun penggunaan imbuhan yang kurang tepat.
5) Tahap Linguistik V
Anak-anak
yang memasuki tahap ini umurnya berkisar antara 5-7 tahun. Pada umunya
anak-anak yang mengalami perkembangan normal dalam periode ini telah menguasai
elemen-elemen sintaksis bahasa ibunya dan memiliki kompetensi, dalam hal ini,
pemahaman dan produktivitas bahasa secara memadai.
5.4 Struktur
Permukaan dan Struktur Dalam dalam Pemrosesan Sintaksis
Gleason
dan ratner (1998:232-233) menyatakan bahwa beberapa perangkat kalimat memiliki
struktur permukaan yang berbeda, tetapi memiliki struktur dalam yang sama. Sebagai
contoh pada sepasang kalimat berikut ini, The
boy threw the ball, dan the ball was
thrown by the boy. kata-kata khususnya yang digunakan pada struktur
permukaan jelas berbeda. Kalimat pertama adalah deklaratif aktif sederhana, dan
yang kedua adalah pasif. Terlepas dari perbedaan ini, kedua kalimat terfokus pada
fakta bahwa aboy threw a ball.Dua
kalimat memiliki struktur permukaan yang berbeda, tetapi kedua kalimat tersebut
menyampaikan makna yang sama. kedua kalimat tersebut memiliki struktur dalam
yang sama pula. Sebaliknya, beberapa kalimat dapat memiliki struktur permukaan
yang sama, akan tetapi struktur dalam yang berbeda. Sebuah contoh yang sering
dipakai adalah kalimat, Flying planes can
be dangerous. Kalimat ini bisa berarti bahwa menjadi seorang pilot itu berbahaya, atau bisa berarti bahwa tinggal dekat bandara bisa berbahaya.
Perbedaan
antara struktur dalam dan struktur luar menjelaskan kita bahwa pemrosesan
kalimat dilakukan dalam dua langkah di mana pendengar menganalisis struktur luar
dan menggunakan informasi ini untuk mendeteksi struktur dalam. Langkah terakhir
menyampaikan makna kalimat yang merupakan tujuan utama dari komunikator.
(Fodor, Bever, & Garrett, 1974)
5.5 Struktur Sintaksis Kalimat
Untuk
memahami kalimat, pendengar atau pembaca harus bisa menentukan struktur
sintaksisnya. Penempatan kata dalam kalimat yang sesuai dengankaidahbahasanya
disebut dengan parsing kalimat atau penguraian kalimat
Misalnya, kita ambil contoh pada kalimat deklaratif
sederhana, The boy threw the ball.
Diagram 1 menunjukkan diagram pohon untuk kalimat tersebut yang menunjukkan
kelas kata (part of speech) dari
setiap kata, bagaimana kata-kata dapat dikelompokkan menjadi frase, dan
akhirnya, bagaimana hubungan frase membentuk struktur kalimat. Artinya, struktur
tersebut menjelaskan kita bahwa kalimat khususnya terbentuk dari dua frase
utama. Yang pertama adalah frase kata benda (FN), yang terdiri dari artikel,
atau penentu (Determiner). Kata The,
dan kata benda (N) boy, diikuti oleh frase
kata kerja (FV), yang terdiri dari kata kerja (V) threw dan frase kata benda, the
ball.
Struktur tata bahasa sederhana ini menunjukkan bahwa
frase kata benda (the boy) dan frase kata
kerja (threw the ball) membentuk unit
terpisah dari kalimat, dalam arti bahwa unit-unit tersebut berasal dari susunannode yang lebih tinggi yang berbeda.
Deteksi struktur tersebut merupakan langkah penting untuk memahami hubungan
antara objek dan peristiwa dalam kalimat.
Contoh pada kalimat sebagai berikut, They are eating apples. Hal ini tidak
jelas ketika Anda membaca kalimat ini jika eating
adalah bagian dari kata kerja atau jika eatingadalah
juga kata sifat yang menerangkan kata bendaapple.Mereka sedang makan apelatau (eating apples) dibandingkan apel yang
baik hanya sebagai bahan dalam pembuat kue (cooking
apples). Kita dapat mengungkapkan perbedaan parsing ini dengan dua diagram
struktur kalimat untuk kalimat They are
eating apples pada diagram 2.
Diagram
2 :Dua diagram struktur frase untuk kalimat “The are eating apples”
|
6. Metodologi Penelitian
1)
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
2) Latar Peneltian
Latar penelitian ini adalah rangkaian
beberapa kata atau kalimat yang dianalisis dari unsur struktur dalam dan luar
yang diproduksi oleh seorang anak berumur 5 tahun,. Penelitian ini dilakukan didekat
rumah peneliti perumahan Taman Kintamani, RT.022/08 Kel. Jejalenjaya Tambun
Utara, Bekasi Timur.
3. Data dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini
berupa data kebahasaan lisan berupa pengamatan langsung di rumah obyek dijadikan
sebagai sumber data yang wawancari secara langsung oleh peneliti. Wujud data
yang diperoleh dalam penelitian ini berupa wujud data verbal yakni percakapan
antara si anak dan peneliti.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Pemerolehan data
melalui observasi dan pencatatan langsung ter-hadap kalimat-kalimat yang
diproduksi sang anak ketika percakapan (peristiwa tutur) sedang berlangsung.
Semua hasil percakapan antara si anak dan orang tuanya (ibu) dicatat.
5. Analisis Data
Pada penelitian kecil ini data dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada analisis
ini adalah hasil percakapan antara Peneliti (P) dan Febiyan (F) yaitu anak umur
5 tahun yang dijadikan sebagai obyek penelitian yang masih duduk dibangku TK.
Pada dasarnya Pemerolehan bahasa pertama, seorang anak berumur 5 tahun sudah mampu
menjawab pertanyaan sederhan dan menjawab dengan menyusun kalimat yang cukup
sederhana meskipun belum lengakap namun secara struktur dalam dapat dimengerti.
Dipandang dari unsur dalam ujaran yang diucapkan oleh anak tersebut dapat
dimengerti dan dapat dibuat unsur luarnya. Berikut ini cuplikan dialog yang
terjadi pada hari Rabu, 1 Juni 2016, pukul: 06.15 – 06.18 ketika anak tersebut
hendak berangkat sekolah TK bersama ibunya yang juga guru TK di sekolahnya. Cuplikan
dialognya adalah sebagai berikut:
Dialog 1
P : Biyan mau berangkat sekolah?
F : Iya Om.
P : Biyan sudah makan blum?
F : Sudah makan, Om.
P : Biyan Makan sama apa?
F : Makan sama telor.
P : Emang Biyan sekolah di mana?
F : Di sekolahnya Bunda.
P : Nama Sekolahnya apa?
F : TK
P : TK apa?
F : TK apa ya ….
Bunda …. TK
biyan namanya apa?
Oh iya… TK
Cahaya Pelita.
P : Di sekolah Biyan belajar apa?
F : Banyak.
P : Apa saja?
F : Apa ya … (sambil berpikir) belajar melukis, menyanyi,
membaca dan
mewarnai.
P : Biyan kalau belajar melukis suka melukis apa?
F : Melukis mobil.
P : Biyan melukis apa lagi?
F : Melukis pesawat.
(Belum selesai berdialognya anak tersebut keburu
membonceng naik motor Ibunya untuk berangkat ke sekolah)
Pada cuplikan di atas dapat
di ketahui bahwa terdapat struktur dalam dari struktur luar yang diproduksi
oleh anak usia 5 tahun. Misalnya ‘Makan
sama telor’, struktur luar ini memiliki makna struktur dalam yaitu: ‘Saya makan sama telor’. Artinya ada
penghilangan kata ‘Saya’ tanpa
disadari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 1 di bawah ini tentang
struktur luar dan struktur dalam pada cuplikan dialog di atas.
Table 1: pengelompokkan
Struktur dalam dan struktur luar
Data
|
Sturktur Luar
|
Struktur Dalam
|
1
|
Sudah makan, Om
|
(Saya) sudah makan,
Om
|
2
|
Makan sama telor
|
(Saya) Makan sama
telor
|
3
|
Melukis mobil
|
(Saya) suka melukis
mobil
|
4
|
Melukis pesawat
|
(Saya) melukis
pesawat
|
Berdasarkan data di atas,
jelas bahwa pada dasarnya anak umur lima tahun dapat memproduksi kalimat dengan
benar dan jelas dari struktur luar. Sementara pada struktur dalam terlihat
bahwa anak tersebut tidak menggunakan pronomina ‘saya’ setiap menjawab
pertanyaan dari si peneliti. Namun demikian ujaran tersebut cukup jelas dan
structural. Ujaran tersebut sudah dapat berdiri sendiri sebagai kalimat karena
secara fungsi kalimat tersusun atas Subjek (S) dan Predikat (P) secara struktur
dalam.
Berikut ini adalah cuplikan
dialog yang kedua. Dialog ini terjadi pada hari Minggu, 5 Juni 2016, pukul:
16.55 – 16.56.
Dialog
2
P : Habis dari mana Biyan?
F : Om, Biyan punya mainan
baru.
P : Wuiihh.. bagus banget…
beli dimana mainannya.
F : Beli di Perumahan Puri
P : Om boleh pinjam dong?
F : Ga boleh. Kan Om sudah
gede masa mainan mobil-mobilan.
P : Biyan beli mainan sama
siapa?
F : Sama ayah.
P : Ayahnya mana?
F : Dipanggil Bunda.
Pada
cuplikan dialog singkat di atas peneliti mencoba membuka pertanyaan namun si
anak mengabaikan pertanyaan tersebut tapi menunjukkan kebanggaannya mempunyai
mainan baru. Dengan ujaran’ Om, Biyan
punya mainan baru’ artinya si anak teresbut sudah mampu menyusun kalimat
yang lengkap sesuai struktur kalimat (SPO) atau FN – FV. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada table 2 di bawah ini tentang struktur luar dan struktur
dalam pada cuplikan dialog yang kedua.
Table 2: pengelompokkan
Struktur dalam dan struktur luar
Data
|
Sturktur Luar
|
Struktur Dalam
|
1
|
Om, Biyan punya mainan
baru
|
Om, Biyan punya mainan
baru
|
2
|
Beli di Puri
|
(Mainannya) beli di Puri
|
3
|
Sama ayah
|
(saya membeli mainan) Sama
ayah
|
4
|
Dipanggil Bunda
|
(Ayah) dipanggil Bunda
|
Dari hasil analisis dialog yang kedua
yang terdapat pada table 2 dapat diketahui sedikit ada perbedaan dengan dialog
1 sebelumnya. Pada dialog 2 ini struktu dalam yang diapat adalah tidak
dijumpainya subjek pada kalimat selain subjek orang pertama tunggal yaitu si
anak itu sendiri. Pada dialog pertama lebih cenderung penghilangan pada subjek
orang pertama (saya) namun di dialog kedua bervariasi yaitu ada penghilangan
subjek (mainannya dah ayah) sedangkan pada data no. 3 pada table 2, secara
struktur dalam kalimat tersebut adalah ‘(saya membeli mainan Sama ayah’, yang
dari struktur luar ‘sama ayah.’
C.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mendasar:
1)
Berdasarkan anak usia lima tahun, pemerolehan
bahasa cukup bagus dalam suatu ujaran yang dapat membentuk kalimat yang jelas
dan komunikatif mudah untuk dipahami.
2)
Anaik usia lima tahun sudah dapat memroses
kalimat dengan ujaran sesuai dengan pola kalimat (SPO) atau FN – FV. (Frasa
Nominal – Frasa Verbal).
3)
Adanya struktur luar dan struktur dalam dari
hasil ujaran anak lima tahun tersebut.
2. Saran
Penelitian kecil ini hanya meneliti struktur
luar dan struktur dalam dari data yang berupa ujaran yang diproduksi oleh anak
usia lima tahun. Saran peneliti untuk peneliti psikolinguistik pada pada kajian
struktur luar dan struktur dalam serta pemrosesan kalimat sederhana yang diproduksi
oleh anak usia lima tahun memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang apa itu
struktur luar dan struktur dalam serta bagaimana anak lima tahun memperoleh
bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin. 2010. Neuro Psikolinguistik. Jakarta.
Rajagrafindo Press
Chaer,
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
___________
2009. Psikolinguistik : Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psiko-linguistik. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2000. Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Grasindo
Gleason,
Jean Berko dan Bernstein Ratner.1998. Psycholinguistik
Second Edition. Orlando Harcourt
Brace College Publisher
Kdk. Ary Kunti Putri, I Wayan Rasna dan I Nengah Suandi., Program
Studi Pendidikan Bahasa, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
Simanjuntak,
Mangantar. 1987. Pengantar Psikolinguistik Moden. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar